

inNalar.com – Segala bentuk penghianatan pastinya menyakitkan dan tidak pantas untuk mendapatkan ampun.
Hal ini yang dirasakan oleh Sultan Agung kepada Tumenggung Endranata atas dosa dan mengianati mataram gagal dalam serangan ke Batavia.
Penghianatan terjadi di saat Sultan Agung yang gigih menjaga kedaulatan mataram yang kekuasaannya.
Baca Juga: Gempar di Jawa Timur, Istana Megah di Dalam Sungai Blitar Berhasil Ditemukan Pria Ini
Tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi ada juga di Sumatra, Kalimantan dan beberapa pulau di Papua.
Dan saat itu datanglah Belanda dengan bendera perusahaan hinda timur atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Menjadi ancaman yang harus disingkirkan, terlebih lagi Belanda yang sering kali menunjukkan niatnya untuk menguasai nusantara.
Pada tahun 1628 Sultan Agung mengirim pasukan ke Batavia untuk menyerang Belanda.
Mulai pada tanggal 22 Agustus 1628, beberapa kapal mataram sudah tiba di Batavia.
Lalu pada tanggal 26 Agustus 1628 pasukan besar yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso tiba ke Batavia.
Baca Juga: Manusia Berubah Jadi Kerbau, Tradisi Unik Asal Banyuwangi Sebagai Simbol Rasa Syukur
Penyerangan terjadi pada 21 September 1628, peperangan terjadi beberapa kali, Tetapi Mataran masih kesulitan meruntuhkan Belanda.
Kekurangan makan menjadi salah satu kendala yang dmiliki Mataram dan memutuskan untuk meninggalkan Batavia.
Adanya kegagalan ini tidak membuat Sultan Angung menyerah begitu saja, dengan menyusun kembali untuk serangan berikutnya.
Baca Juga: Bikin Iri Malaysia, Tradisi Unik di Kalimantan Barat Ini Banjir Wisatawan Asing
Dari peperangan sebelumnya, penyediaan menjadi salah satu faktor gagalnya dalam penyerangan.
Membuat Sultan Agung secara diam diam membuat tempat penyimpanan makanan di sepanjang pantai utara.
Dengan tempat penyimpanan tersebut akan menjadi perbekalan di serangan kedua ke Batavia.
Baca Juga: Menolak Punah, Tinggal di Kampung Kuno Banyumas Ini Bak Pindah ke Dimensi Kerajaan Majapahit
Namun, semua rencana serangan kedua Sultan Agung ternyata bocor dan mereka berhasil untuk menggali rencana dan strategi yang sudah dibuatnya.
Informasi ini didapat dari seorang kenalan Belanda yang menyebutkan, Ada juga yang menyebutkan jika Tumenggung Indronoto.
Hal tersebut membuat Belanda tau akan strategi yang sudah dipersiapkan dan mengetahui penyimpanan yang dimiliki oleh Mataram.
Dengan melakukan pembakaran, yaitu 200 kapal dan 400 rumah yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan makanan.
Meski begitu Mataram mulai melancarkan serangan dan masih terlihat mudah untuk dihadapi oleh Belanda.
Kemudian pada 27 September 1629, Belanda memutuskan untuk tidak lagi melakukan serangannya.
Sebab mereka melihat semangat dari pasukan Mataram sudah mulai menurun dan hanya ada serangan kecil.
Kegagalan serangan Mataran ini membuat Sultan Agung kecewa, apalagi dengan kegagalan diserangan kedua.
Menjadi salah satu faktor utamanya karena adanya penghianatan dari Tumenggung Endranata.
Ia dianggap menghianati Mataram dengan membongkar rencana dan strategi kerajaan.
Hal tersebut akhirnya membuat kerajaan memberikan keputusan tegas, yaitu diberi hukuman pancung.
Selain itu, untuk memberkan pesan betapa rendahnya dan besarnya dosa dari sebuah pengianatan.
Maka kepala dan tubuhnya dikubur secara terpisah.
Kepala yang dikubur di antara gapura supit urang atau gapura yang menuju makam Sultan Agung.
Sedangkan bagian tubuhnya dikubur di tangga sebelum ke gapura, hal ini agar selalu diijak oleh peziarah yang akan berkunjung.
Makam Sultan Agung dan raja-raja Mataram yang ada di Imorigi, Bantul Yogyakarta.***