

inNalar.com – Pasca 8,5 tahun menjalani masa tahanan dan dibebaskan bersyarat pada 18 Agustus 2024 kemarin, Jessica tampak sering muncul di berbagai media.
Masih segar dalam ingatan bagaimana akhirnya ia divonis bersalah pada bulan Oktober 2016 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Proses hukum yang ia jalani untuk mendapatkan keadilan atas dirinya pun bisa dibilang tidak mudah.
Jessica dan tim kuasa hukumnya harus berjuang mematahkan bukti-bukti yang tidak secara langsung mengarahkan bahwa dirinya lah yang membunuh Mirna Salihin.
Tak hanya ia yang berjuang untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, pihak keluarga Mirna pun juga dengan gigih ingin membuktikan bahwa Jessica adalah pelaku tunggal dalam kasus ini.
Tak heran, kasus kopi sianida ini mendapatkan sorotan publik dari tahun 2016 hingga hari ini.
Kasus ini bukan hanya tentang pembunuhan yang diduga dilakukan oleh salah seorang teman namun juga tentang bagaimana hukum di Indonesia ditegakkan.
Banyak saksi ahli yang mengungkap adanya kejanggalan-kejanggalan mengenai bukti-bukti yang menyudutkan Jessica sebagai tersangka.
Dr. Djaja melalui kanal Youtube dr. Richard Lee, MARS pada Oktober 2023 menyebutkan bahwa ada yang tidak benar saat dirinya diminta mengawetkan jenazah Mirna.
Baca Juga: Bersiap Pendaftaran PPPK 2024! Simak Daftar Gaji PPPK Golongan 1 Sampai 17 Beserta Tunjangannya
Berselang 2 jam setelah Mirna Salihin dinyatakan meninggal oleh dokter di IGD rumah sakit Abdi Waluyo, pihak keluarganya meminta untuk segera diawetkan dan disemayamkan di rumah duka.
Sebagai dokter yang ditunjuk untuk melakukan pengawetan jenazah di rumah sakit, dr. Djaja awalnya keberatan karena tidak sesuai dengan aturan.
Menurut aturan dari Dinas Kesehatan, jenazah baru bisa diformalin setelah 24 jam.
Baca Juga: Kontroversi Kasus Kopi Sianida: Keadilan yang Tertunda bagi Jessica Wongso atau Mirna Salihin?
Lebih lanjut, dr. Djaja sempat menanyakan penyebab kematian Mirna dan mendapat jawaban bahwa jenazah tersebut meninggal setelah minum kopi.
Berdsarkan ilmu forensik yang ia pelajari, jika ada kematian tidak wajar maka jenazah harus diotopsi dulu baru bisa diawetkan.
Atas dasar itulah dr. Djaja pada awalnya menolak untuk melakukan pengawetan terhadap jenazah.
Baca Juga: Kasus Kopi Sianida: Ahli Psikologi Forensik Sebut Ayah Mirna Salihin Sosok Berbahaya, Ini Alasannya
Tak hanya dokter ahli forensik yang merasakan kejanggalan atas kasus ini, namun Rismon Sianipar sebagai saksi ahli forensik digital juga merasakan hal yang sama.
Melalui kanal Youtube Uya Kuya TV yang diunggah pada Agustus 2024, ia menyebutkan bukti CCTV yang digunakan pada saat persidangan adalah penuh rekayasa.
Ia mengambil contoh rekaman CCTV yang diturunkan kualitasnya sehingga ada beberapa kejadian yang tidak terlihat padahal seharusnya ada.
Baca Juga: Jangan Sampai Keliru! Intip Perbedaan PNS dan PPPK, Selisih Gajinya Bisa Sampai Rp1 Juta?
Ia menekankan bahwa sebagai seorang ahli forensik tidak boleh menyentuh satu bit pun data sebagai bukti sebuah kasus karena pengaruhnya sangat besar.
Rismon tidak lantas tinggal diam melihat kejanggalan tersebut dan berusaha melaporkan ke pihak berwajib namun bukannya disambut baik justru malah tidak ditanggapi.***