Peringkat Literasi Indonesia Urutan Ke-2 Terbawah di Dunia, Hanya 0,001% yang Punya Minat Baca

inNalar.com –  Fakta data yang cukup mengejutkan ketika mengetahui peringkat literasi Indonesia pernah menyentuh urutan ke-2 terbawah di dunia.

Hasil riset tersebut sempat dirilis oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, terungkap bahwa tingkat literasi yang dapat diukur dari seberapa tinggi minat baca warga Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara.

Berlanjut pada tahun 2019, survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) hasilnya dapat dikatakan sedikit menyenangkan hati kita.

Baca Juga: Mahasiswa Jangan Sampai Burnout Belajar, Kenali Gejala dan Cara Mengatasinya Sekarang!

Pasalnya, negeri kita setidaknya berada di urutan ke-62 dari 70 negara. Meski begitu, hal ini masih menjadi PR besar bagi kita semua mengingat tingkat minat bacanya ternyata masih terperosok di deretan 10 besar terbawah dunia.

Memperjelas kembali gambaran miris tingkat edukasi membaca negeri kita, UNESCO mengungkap bahwa hanya 1 dari 1.000 orang alias 0,001% di negeri tercinta kita yang benar-benar memiliki minat baca buku yang kuat.

Lantas, kenyataan bahwa tingkat literasi minat baca ini apakah sebegitu pengaruhnya terhadap kita semua sebagai warga negara Indonesia? 

Baca Juga: Teks ‘Belajar Bersama Bunda’, Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 5 SD Hlm. 112 Kurikulum Merdeka

Tentu saja! Literasi merupakan kemampuan penting bagi setiap orang, karena efeknya bukan hanya menyoal seberapa banyak anak pintar secara akademis yang kemudian dapat dibanggakan oleh Indonesia.

Bukan hanya itu, seorang akademisi terkemuka negeri, Prof. Rhenald Kasali, Ph.D melalui akun instagram resminya menjelaskan urgensi mengentaskan permasalahan literasi di Indonesia. Menurutnya, kemampuan minat baca dapat memberikan banyak efek domino dalam kehidupan kita.

Bagi anak-anak sedari kecil yang sudah dibiasakan oleh orang tuanya untuk bersama membaca buku dongeng atau buku lainnya yang disenangi buah hatinya, ternyata dari hal sederhana itu sang cilik mampu mengembangkan daya imajinasinya.

Baca Juga: Sekolah Islam Termegah Yogyakarta Ini Sediakan ‘Dufan’ Mungil, Berdiri di Lahan Seluas 19.000 M2

Tidak hanya itu, lama kelamaan sang anak akan terbiasa untuk menceritakan kembali secara lisan dari apa saja informasi yang dia bayangkan berbekal dari apa yang ia dapatkan melalui kegiatan membaca.

Bagi remaja pun tidak jauh berbeda efeknya. Semakin kita sedari muda membiasakan diri untuk menumbuhkan minat baca buku, rasa keingintahuan hingga skill berpikir kritis pun lama kelamaan akan terasah.

Alhasil, seorang remaja akan tumbuh dewasa dengan pribadi yang mudah untuk mengutarakan pendapatnya dan tidak segan untuk bertanya dan mempertanyakan sesuatu.

Bahkan, bekal minat baca bukunya ini akan melatihnya untuk semakin bijak dalam menyaring informasi yang semakin berlimpah di era digital ini.

Pada era digital yang berlimpah konten video singkat hingga paparan berita negatif mau pun positif, seseorang dengan minat baca yang terasah tentu tidak akan sembrono dalam menafsirkan sebuah informasi.

Ia akan memiliki kemampuan untuk mengolah dan menganalisis, serta menafsirkan setiap berita-berita yang ia dapatkan.

Baca Juga: 10 Universitas Terbaik di Indonesia, UI Bertengger di Urutan Teratas RI Skala Pemeringkatan Dunia

Inilah mengapa peringkat literasi di Indonesia menjadi sorotan berbagai pihak. Konsentrasi program dari lembaga formal dan non-formal perlu mengutak-atik ide mereka agar minat baca di negeri kita semakin bertumbuh dari tahun ke tahun.

Lantas, apakah rendahnya tingkat minat baca buku di Indonesia menjadi murni tanggung jawab kementerian pendidikan atau dari level teratas sebuah pemerintahan?

Jawabannya tentu tidak. Pasalnya, solusi membangkitkan literasi negeri kita yaitu perlu adanya kesadaran bersama dari tataran keluarga.

Baca Juga: 3 Universitas Ini Punya Danau Buatan Tercantik di Jawa Timur, Bahkan Salah Satunya Jadi Objek Wisata di Surabaya!

Begitu pula dari komunitas pegiat yang fokus memperjuangkan hal ini, hingga kebijakan formal yang mendukung kelancaran dalam mengatasi masalah yang cukup pelik bagi lintas generasi.***