

inNalar.com – Siapa sangka, dalam perjalanan pembangunan infrastruktur Indonesia ternyata menyimpan sejarah perjuangan ponpes tertua di Jawa Barat dalam melawan kolonial Belanda.
Ponpes tertua Jawa Barat ini berada di Cirebon, nama pesantrennya adalah Pesantren Babakan Ciwaringin yang didirikan oleh seorang tokoh pejuang bernama Syeikh Hasanuddin bin Abdul Lathif atau Kyai Jatira.
Pesantren Babakan di Cirebon ini rupanya telah berdiri sejak tahun 1705, zaman dimana Indonesia masih berada di bawah kuasa kolonialis Belanda.
Kisah perjuangan Kyai Jatira dalam mempertahankan ponpes tertua di Jawa Barat ini menjadi bukti secuil kisah masyarakat muslim dalam menghadapi kolonialis Belanda.
Pada masa kolonial Belanda, Herman Willem Daendels memimpin pembangunan Jalan Bandung-Cirebon yang kini menjadi rute Jalan Anyer – Panarukan yang jalurnya membelah sisi barat hingga timur Pulau Jawa.
Ponpes Babakan Ciwaringin ini dilewati oleh jalur pembangunan jalan Bandung – Cirebon yang digarap oleh kolonialis Belanda.
Baca Juga: Bak Makanan Sultan! Soto Khas Lamongan Ini Dipatok Harga Selangit Oleh Restoran Luar Negeri
Pada saat itulah perjuangan Kyai Jatira untuk mempertahankan Ponpes tertua di Jawa Barat ini dimulai.
Pihak Belanda menginstruksikan ponpes Babakan Cirebon ini dipindah ke wilayah lainnya, karena akan ada pembongkaran bangunan di sekitar pembuatan Jalan Bandung – Cirebon garapan kolonialis Belanda.
Namun, Kyai Jatira tak mempedulikan ultimatum Kolonialis Belanda bahkan terus mengembangkan bangunan pesantrennya.
Baca Juga: Pulau Bungin di Kabupaten Sumbawa ini Dikenal Sebagai Pulau dengan Penduduk Terpadat di Indonesia
Kolonialis Belanda kemudian mengirimkan pasukannya untuk menangkap pimpinan ponpes Babakan Cirebon tersebut.
Mengharukannya, para santri asuhan Kyai Jatira itu justru berusaha melindungi pimpinan ponpes Babakan Cirebon itu dan akhirnya bersama-sama berjuang melawan tentara Belanda.
Penetapan sistem kerja paksa dalam proses pembangunan Jalan Bandung – Cirebon ini tentu tak mengenakkan bagi rakyat Indonesia.
Melihat penyerangan terhadap ponpes tertua di Jawa Barat itu, akhirnya rakyat sekitar Cirebon ikut serta berjuang bersama Kyai Jatira dan santri ponpes Babakan Ciwaringin.
Meski pada akhirnya tentara Belanda melumpuhkan kekuatan Kyai Jatira, pengaruh dan pemikirannya menjadi panutan tak hanya bagi masyarakat Cirebon, tetapi meluas hingga ke daerah Sumedang, Kuningan, Indramayu, Karawang, bahkan Tegal.
Setelah wafatnya Kyai Jatira pada tahun 1853, ponpesnya terus dilanjutkan oleh keturunannya hingga kini.
Sebagai informasi, Jalan Raya Anyer – Panarukan ini dibangun oleh pihak Belanda dengan lebar jalan sepanjang 7,5 m. Rute jalannya membentang melewati Jakarta, Bogor, Cianjur, Bandung, Cadas Pangeran, Majalengka, Cinrebon, hingga menembus wilayah Jawa Tengah.
Usut punya usut, kerja paksa tersebut disebabkan karena ketiadaan pembayaran upah dari Bupati kepada para pekerjanya.
Itulah secuil kisah perjuangan dari ponpes tertua di Jawa Barat dalam menghadapi berbagai kemajuan infrastruktur pembangunan jalan sepanjang bandung – Cirebon.***