

inNalar.com – Arsitektur Indis ialah hasil dari proses akulturasi yang tidak singkat. Akulturasi inilah dirumuskan sebagai perubahan kultural yang terjadi melalui pertemuan yang terus menerus dan intensif atau saling mempengaruhi antara dua kelompok kebudayaan yang tidak sama.
Dalam interaksi budaya ini maka terjadilah tukar-menukar budaya. Dimana berikut hari terjadi pembauran dari kedua kebudayaan tersebut atau dapat juga ciri kebudayaan dari kelompok yang lain.
Konsep perkotaan di zaman kolonialisasi Belanda merupakan paduan antara prinsip kota Indonesia lama yang bersifat “kosmologis” dengan konsep kota modern.
Baca Juga: Kenapa Bulan Februari Hanya 28 Hari? Ternyata Ini Penyebabnya
Hal tersebut dapat dibuktikan dari banyaknya kota di Indonesia yang kala itu memiliki ibu kota kabupaten yang dikepalai oleh Residen.
Disisi lain, kecamatan dikepalai oleh Wedana. Pembagian wilayah administratif ini dapat dilihat pada morfologi kota, yakni alun-alun, rumah bupati.
Pasca tahun 1870, kota-kota di wilayah Hindia Belanda mengalami banyak perubahan. Hal ini terjadi sejalan dengan berkembangnya konsep wilayah jajahan yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial sebagai lahan produktif.
Baca Juga: Sebelum Ramadhan 2022, Simak Penjelasan Buya Yahya Terkait Waktu Pembayaran Fidyah
Pemerintah kolonial mendirikan banyak bangunan umum seperti kantor pemerintahan, balai kota, bank, sekolah, rumah sakit, kantor pos, pegadaian atau rumah gadai, stasiun dan gereja.
Lambat laun, bangunan-bangunan di kota tersebut mendapat citra kota kolonial khas Belanda dengan Deco dan beberapa Edwardian, Victorian, dan Palladian.
Mereka meyebut bangunan berciri Belanda atau Inggris sebagai langgam Imperal dan langgam Indis (East Indies) untuk bangunan adaptasi yang menyesuaikan dengan kondisi tropis di Indonesia.
Baca Juga: Sebelum Ramadhan 2022, Simak Penjelasan Buya Yahya Terkait Waktu Pembayaran Fidyah
Perumahan yang dibangun kolonial sebelum memasuki abad ke–20 hanya sebatas perumahan dinas untuk militer, pegawai pemerintah, perusahaan kereta api dan perkebunan.
Kemudian pemerintah kota gemeente berinisiatif untuk membangunan perumahan non dinas (public housing), perumahan rakyat (volkhisvesting) dan rumah keluarga.
Bangunan yang menjadi unsur khas dari kolonial adalah benteng. Benteng pada umumnya berbentuk dinding tebal yang mengelilingi satu area.
Baca Juga: Ketahui Durasi Karantina dan Isolasi untuk Pasien Omicron, Kemenkes Keluarkan Surat Edarannya
Pada umumnya sebuah benteng dilengkapi dengan menara-menara tinjau, gerbang dan parit di depannya.
Orang-orang Eropa membangun benteng sebagai basis perlindungan dari pemberontakan atau pertentangan dengan pribumi maupun antar orang Eropa.
Orang Portugis membangun benteng A-Famosa dan Benteng di Ambon yang kemudian direbut Belanda dan namanya berubah menjadi Victoria.
Baca Juga: 9 Jet Tempur China Terlihat di Wilayah Udara Taiwan saat Invasi Rusia dan Ukraina Terjadi
Belanda membangun benteng di Banten, Vredenburg, Vestenburg Fort Batavia / kasteel Jacatra dan lainnya.
Sebenarnya semua bangsa Eropa meninggalkan jejak-jejak arsitektur yang dapat dijumpai di beberapa wilayah di Indonesia saat ini.
Tetapi Belanda lah yang paling lama bersinggungan dengan kebudayaan Indonesia, sehingga pengaruh Indies sangat terasa.***