Ormas Diberi ‘Hadiah’ Tambang Batu Bara di Kalimantan Timur, Solusi atau Kepentingan Terselubung?

inNalar.com – Di balik gemerlap pembangunan ekonomi dan gurita bisnis tambang di Indonesia, tersimpan satu narasi gelap yang jarang terekspos di media—bahwa ada indikasi kepentingan terselubung para elite dengan beri ‘hadiah’ kepada ormas untuk kelola tambang batu bara di Kalimantan Timur.

Ibarat dua mata koin, kolaborasi para elite dan ormas ini tampak seperti upaya sinergis antara nilai sosial masyarakat dan kepentingan dunia usaha. Tapi di sisi lainnya, kepentingan terselubung ini justru punya potensi konflik horizontal yang berbahaya.

Sebagaimana diketahui, peraturan yang memberikan sinyal hijau kepada organisasi keagamaan Indonesia untuk mengelola tambang batu bara telah diratifikasi oleh Presiden Joko Widodo melalui Perpres No. 76 Tahun 2024.

Baca Juga: Ini Dia 4 Jenis Mata Uang Kerajaan Nusantara, Salah Satunya Digunakan di Era Majapahit

Melansir peraturan.bpk.go.id, melalui Perpres tersebut, telah ditegaskan ketentuan distribusi IUP dilakukan dengan memberikan penawaran prioritas kepada badan usaha yang dimiliki organisasi masyarakat untuk mengelola perusahaan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang tersebar seluruh pelosok negeri.

Meskipun diklaim telah melalui diskusi yang panjang, namun kebijakan ini tidak pernah surut dari kritik-kritik tajam dari berbagai pihak karena dinilai bermuatan kepentingan terselubung pada bidang politik.

Luhut Binsar Pandjaitan selaku eks Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga menyoroti kebijakan kontroversial ini.

Baca Juga: Jadwal Piala AFF 2024 Hari Ini 17 Desember, Ada Big Match Memperebutkan Tiket Semifinal!

Menurutnya, pemberian IUP tambang batu bara kepada ormas keagamaan yang kebanyakan ada di area pertambangan Kalimantan Timur ini adalah langkah tepat jika dilakukan baru-baru ini, karena jika berdekatan dengan kontestasi pemilu, kebijakan ini bisa dianggap sebagai alat kampanye atau politik terselubung.

Namun, Luhut juga mewanti-wanti pentingnya pengawasan ketat terhadap izin konsesi yang salah satunya ada di Kalimantan Timur ini. Pasalnya, ada potensi pihak ketiga yang menyusup dan memanfaatkan kebijakan ini untuk ambisi pribadi berkedok kepentingan kolektif dan rawan konflik kepentingan.

Seperti dalam kasus ini misalnya, terdapat beberapa pihak yang diduga memiliki kepentingan terselubung yang penuh intrik. Biasanya, para elite seringkali menggandeng ormas keagamaan guna mendapatkan dukungan sosial, perlindungan politik, bahkan legitimasi moral.

Baca Juga: Mengungkap Jejak Dirham di Kerajaan Islam Tertua Indonesia

Sebagai imbalannya, ormas keagamaan ini akan menerima ‘hadiah’ berupa kontribusi finansial, akses ke suatu proyek, dan diberikan beberapa akses ke fasilitas lainnya.

Andrinof Chaniago selaku Kepala Bappenas terdahulu juga menyoroti kasus ini. Menurutnya, kebijakan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) kali ini dinilai telah keluar dari pakem kebijakan publik karena rawan dimanfaatkan oleh segelintir pihak yang punya kepentingan.

Meskipun banyak pihak berdalih bahwa kebijakan ini ditujukan untuk ekonomi kerakyatan, tetapi  Andrinof menilai bahwa pernyataan tersebut kurang tepat karena esensi dari ekonomi kerakyatan sendiri adalah bersifat inklusif.

Baca Juga: Jadwal Liga 1 Hari Ini Selasa, 17 Desember 2024 Live Indosiar, Ada Big Match Indonesia Timur!

Menurut Andrinof, jika ada pihak-pihak lain yang merasa termarjinal atau merasa merugi, hal ini bisa menjadi pemicu gesekan sosial— karena dapat menyulut keretakan secara lebih luas, bahkan meruntuhkan keseimbangan yang sebelumnya telah rapuh.

Menyadur konten Youtube Tv Andi, beberapa organisasi keagamaan di Indonesia yang menolak tawaran ekslusif Pemerintah terkait izin kelola konsesi batu bara di Kalimantan Timur.

Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dan Hurria Kristen Batak Protestan (HKBP) diketahui telah menolak tawaran Pemerintah untuk megelola tambang meski telah diberikan izin karena dinilai telah mengorbankan kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Tidak hanya itu, penolakan ini juga dipicu karena adanya kekhawatiran terkait potensi masalah yang timbul dikemudian hari—terlebih karena kurangnya keahlian teknis ormas dalam mengelola pertambangan secara efektif dan aman.

Secara keseluruhan, paradoks ini mencabik-cabik logika kebijakan publik, membuka tabir samar yang menyiratkan kepentingan terselubung para elite—dari mimbar suci ormas ke ceruk tambang batu-bara, hal ini dinilai sarat intrik dan penuh ambisi yang tersembunyi.

Baca Juga: Laris Manis, Ini Dia 10 Jenis Koin yang Dicari oleh Banyak Kolektor di Indonesia, Simak Ulasannya

Tidak mengherankan jika banyak pihak berspekulasi, bahwa pemberian izin IUP ini adalah ‘hadiah’ yang diselipkan untuk merayu ormas keagamaan—sebagai manuver halus yang banyak meninggalkan pertanyaan berjejak dan suguhan aroma politis dibalik layar.

Jika pengelolaan SDA hanya beralih ke tangan ormas yang notabene-nya tidak memiliki keahlian teknis, hal ini juga mempertaruhkan kepercayaan publik ke Pemerintah, lho!

Jangan sampai narasi ‘untuk kesejahteraan’ hanya menjadi kabut tipis untuk menutupi kepentingan terselubung segelintir pihak.

Sebab, SDA bukan hanya kekayaan alam yang harus dieksplorasi, melainkan suatu amanah bagi negara yang harus digali dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. ***