

inNalar.com – Kabar menggembirakan bagi negeri kita ketika BPS merilis tren kemiskinan di Indonesia untuk pertama kalinya mencetak rekor dalam 10 tahun terakhir.
BPS mengumumkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia mencapai titik terendah pada triwulan pertama tahun 2024, yaitu sebesar 9,03 persen.
Kabar gembira ini dapat menjadi sebuah ironi, sebab rupanya di saat bersamaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga merulus badai PHK terus naik sejak awal tahun.
Kemnaker mengungkap data per Agustus 2024, ada sebanyak 46.240 pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja.
Terjangan gelombang PHK yang terus meningkat sejak Januari 2024 tentu tidak dapat luput dari sorotan elit penguasa.
Benar adanya bahwa capaian penurunan angka kemiskinan berhasil ditekan sebesar 0,33 persen.
Baca Juga: Nama Han So Hee Ikut Terseret Usai Berita Penangkapan Sang Ibu, Diduga Terlibat Perjudian Ilegal
Tren penurunan tersebut dibandingkan dengan catatan kelam di bulan Maret 2023, yaitu sebelumnya 9,36 persen.
Jika kita ingin menilik data yang terfokus pada triwulan pertama di tahun 2024, badai PHK rentang Januari – Maret saja sudah mencapai 12.395 pekerja.
Data tersebut dirilis oleh Kemnkaer pada 30 April 2024. Tahukah daerah mana yang paling terdampak?
Provinsi DKI Jakarta mendominasi 42,15 persen dari keseluruhan angka tersebut.
“Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu sekitar 42,15 persen dari jumlah keseluruhan kasus yang dilaporkan,” dikutip dari Kemnaker.
Anggota Komisi IX DPR RI Charles Meikyansyah berpandangan bahwa badai PHK yang terjadi di Indonesia tentu akan memengaruhi gerak pertumbuhan Indonesia.
Baca Juga: Hati-Hati E-Meterai Palsu! Pelamar CPNS 2024 Wajib Cek Sebelum Unggah Dokumen CPNS 2024
“Dalam kondisi apapun, perusahaan harus memastikan memberikan hak-hak karyawan yang terkena PHK,” pesan Charles Meikyansyah dengan tegas.
Pihaknya mengimbau Pemerintah untuk tetap terus mengawal dan memastikan bahwa para karyawan yang terkena PHK tetap mendapatkan hak-haknya.
Menurutnya, fenomena badai PHK ini tentu akan membuat angka pengangguran semakin meningkat.
Fenomena ini tentu perlu menjadi kekhawatiran bagi Pemerintah RI sebab mampukah cita-cita rasio 0 pengangguran pada 2035 mendatang?
Di samping itu, kontroversialnya UU Cipta Kerja yang disebut banyak memihak pada pihak investor cukup rentan bagi para pekerja untuk mendapatkan hak-haknya.
Pemberlakuan cuti dan penetapan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK belum secara detail diperdalam penetapannya.
Celah inilah yang membuat hak para pekerja menjadi sempit. Kendati angka ini dipandang mengkhawatirkan, Kemnaker mengungkap bahwa catatan pada Januari hingga November 2023 masih jauh lebih suram.
Tercatat pada periode 11 bulan di tahun 2023, badai PHK mencapai 57.932 pekerja.
Ahli Ekonomi Bima Yudhistira menyebut bahwa kondisi ini akan menjadi tugas berat pertama bagi Pemerintahan RI baru bagi Prabowo – Gibran.
Alih-alih mengkhawatirkan masyarakat kelas ekonomi rendah, masyarakat kelas menengah jauh lebih mengkhawatirkan.
Pasalnya, kelas ekonomi bawah telah dijamin bansos oleh pemerintah, sedangkan masyarakat kelas atas memiliki tabungan yang cukup besar.
Padahal penyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurutnya, berasal dari daya beli masyarakat.
Hal inilah yang perlu disorot oleh berbagai pihak. Inilah yang dapat menjadi penyebabnya, BPS mencatat pula bahwa Indonesia tengah mengalami deflasi pada Mei – Juli 2024.
Deflasi adalah suatu kondisi ketika tidak ada kenaikan harga barang. Hal ini terjadi disebabkan karena masyarakat kelas menengah sejatinya tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.***