
inNalar.com – Identitas tempat yang unik selalu menjadi sorotan masyarakat, baik di dunia nyata maupun media sosial, salah satunya penamaan Desa Danger yang lokasinya sekitar 45,7 kilometer dari Mataram di Nusa Tenggara Barat.
Namun, berbeda dengan penamaan desa unik lainnya, Danger membuat masyarakat awam ataupun pengunjung yang mengerti bahasa asing, justru putar balik arah karena merasa diperingatkan.
Pasalnya, kata “Danger” dalam Bahasa Inggris berarti bahaya, sehingga kata ini biasanya disejajarkan dengan kata “Warning,” sebagai simbol peringatan yang sering muncul dalam rute perjalanan.
Baca Juga: 2 Cara Membuat Sertifikat Uang Kuno, Harus Dikirim ke Amerika Serikat?
Lantas, apa ya motif dan alasan di balik identitas pembeda yang terkesan unik dan seram ini? Kenapa tidak dinamai dengan diksi-diksi yang happy dan asyik saja, ya?
Tentunya, penamaan unik bukan soal seram dan menyenangkan saja. Biasanya, setiap nama tempat memiliki nilai filosofis yang berkaitan dengan sejarah, kondisi wilayah juga harapan masyarakatnya.
Lalu, bagaimana dengan Danger? Penasaran dengan jawabannya? Yuk, telusuri informasi lebih lanjut melalui ulasan dalam artikel ini, yang dirangkum dari berbagai sumber.
Baca Juga: Diklaim Sebagai Harta Karun, Begini Fakta Unik Koin Kuno 150 Ribu Rupiah Kuda Lumping
Diketahui, Danger adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Yaitu sekitar 45,7KM dari Kota Mataram.
Tentunya, penamaan ini bukan caper atau cari perhatian ya, tapi mereka juga ada alasan menariknya, loh! Yang ternyata berkaitan dengan riwayat sejarah tempat ini.
Melansir Instagram @hailotim, pada Kamis (18/12), penamaan Desa Danger berkaitan dengan masa penjajahan Jepang dan Belanda di Nusa Tenggara Barat, pada beberapa abad yang lalu.
Baca Juga: Banjir Cuan Jumbo! Emiten Tambang Batu Bara Kalimantan Selatan Ini Cairkan Keuntungan Dividen Segini
Diksi unik ini memiliki dua versi penafsiran yang berbeda dilihat dari dua sudut pandang bangsa Belanda dan Jepang sebagai penjajah dan masyarakat Lombok atau Suku Sasak sebagai bangsa yang dijajahnya.
Dari sudut pandang penjajah, pada saat itu, Desa ini menjadi kawasan yang paling ditakuti karena terdapat para pejuang dari Suku Sasak yang dikenal sangat pemberani.
Bahkan, saking menggeloranya perlawanan yang gigih memperjuangkan kemerdekaan bangsa, masyarakat membuat Monumen Banteng Hitam di Masjid Nurul Jihad sebagai simbolis perjuangannya.
Oleh karena itu, bangsa Belanda dan Jepang menyebut tempat ini “Danger,” karena membahayakan eksistensinya di sana. Mereka juga tidak berani masuk melalui jalur tersebut.
Sementara itu, dari sudut pandang orang Suku Sasaknya, memiliki pengertian lain yang berbeda, yaitu betkaitan dengan kata motivasi melawan dan memerdekakan daerahnya.
Suku Sasak di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengartikan ‘Danger‘ seperti ‘Dengar‘ karena logat dan bahasa ejaan mereka yang sedikit berbeda daripada penuturan kata pada umumnya.
Mereka juga mengartikan sebagai ‘Retong‘ artinya yaitu selalu siaga, kata ini digunakan sebagai simbol keberanian dan kepekaan untuk melawan penjajah tanpa mengenal waktu. Wah, menarik ya!
Nah, oleh karena itu, beberapa tahun setelah Indonesia Merdeka, tepatnya pada 1962, penduduk setempat sepakat menamai tempat mereka dengan “Desa Danger” dan diresmikan pada saat itu juga.
Baca Juga: UMP Kepulauan Riau Naik 6,5 Persen, UMK Batam 2025 Diprediksi Hampir Sentuh Angka Rp5 Jutaan
Tentunya, kemerdekaan yang diraih tidak terlepas dari kontribusi para veteran Suku Sasak di sana, mereka tergabung dalam laskar banteng hitam.
Melansir catatan Asyhaer, pada Kamis (18/12), nama-nama veteran tersebut yaitu, TGH. Mahsun, H. Misbah, H. Pahrudin, H. Masri, dan H. Sapoan.
Lebih lanjut ada pula nama veteran lainnya seperti H. Sahrudin, Amaq Masirah, Amaq Nursam, Amaq Rat hingga Mahasiun.
Berkat sejarah kegigihan para veteran tersebut, desa ini dijuluki Kampung Pancasila, sebagai pengakuan dan menjadi tekadan, penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan hidup bersama.***