Waspada Perilaku Anxiety, Menkes Budi Gunadi: Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Jiwa di Indonesia Masih Lemah

inNalar.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi membeberkan permasalahan tentang tingkat gangguan kesehatan jiwa di Indonesia yang dinilai masih belum tertangani dengan baik.

Lebih lanjut, rendahnya tingkat deteksi dini gangguan kesehatan jiwa masyarakat Indonesia diungkap secara gamblang oleh Menkes Budi Gunadi pada Selasa, 7 November 2023.

Menkes Budi Gunadi mengungkap bahwa sebanyak satu dari sepuluh orang Indonesia diketahui mengalami gangguan kesehatan jiwa, tetapi tingkat kesadaran deteksi dininya dinilai belum mencapai target nasional.

Baca Juga: Disebut Ahli Berkilah, Pengamat Sebut Intervensi Dinasti Politik Jokowi Merusak Tatanan Demokrasi

Dijelaskan pula olehnya bahwa gangguan kesehatan mental terbagi menjadi tiga tahap. Kebanyakan permasalahan psikis tersebut berawal dari perilaku anxiety.

Perilaku anxiety sebagai tahap awal deteksi dini gangguan kesehatan jiwa bisa berupa adanya perasaan gelisah dan cemas yang berujung ada tahap depresi jika tidak ditangani sejak dini.

Apabila fase depresi tidak diatasi secara tepat, yakni sesuai dengan metode klinis melalui konsultasi atau konseling ke pihak profesional, dikhawatirkan akan masuk ke fase akhir, yaitu Skizofrenia.

Baca Juga: Hamas Difitnah, Ternyata Warga Israel Ditembak Mati oleh IDF Israel Sendiri, Begini Kronologinya

Menkes Budi Gunadi mengibaratkan fase Skizofrenia bagaikan kanker stadium akhir. Penanganannya pun perlu dilakukan sejak dini, yakni saat perilaku anxiety sudah mulai terdeteksi dialami oleh seseorang.

Pernyataan bahwa masih rendahnya tingkat kesadaran deteksi dini gangguan kesehatan jiwa di Indonesia didasari pada data statistik yang menunjukkan hanya ada 6,8 juta jiwa yang sadar untuk melakukan skrining tanda-tanda gangguan mental.

Rasio tersebut masih dipandang sangat rendah, karena target skrining Kementerian Kesehatan di tahun 2023 seharusnya sudah mencapai 31,3 juta jiwa.

Baca Juga: Pengamat Kritik Pembuktian Netralitas Jokowi Jangan Sekedar Omongan, Mesti ada Aturan Tegas

Fenomena tersebut perlu menjadi perhatian bersama, mengingat hasil temuan survei kesehatan mental yang dilansir dari laman UGM, Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mengungkap temuan mengejutkan.

Menurut penelitian, angka kejadian gangguan kesehatan jiwa di Indonesia, khususnya rentang usia 10 – 17 tahun menunjukkan bahwa 1 dan 3 remaja terdeteksi alami gangguan mental.

Kemudian 1 dari 20 remaja negeri kita terdeteksi alami gangguan kesehatan jiwa dalam kurun waktu setahun terakhir.

Penelitian tersebut juga mengungkap bahwa jenis gangguan mental terbanyak yang diderita usia remaja adalah anxiety atay gangguan kecemasan sebesar 3,7 persen.

Mengutip dari laman UGM, “Gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%.”

Namun hanya 2,6 persen dari seluruh penderita yang sadar akan permasalahan dalam dirinya melaporkan perilaku tahap awal ini ke pihak profesional.

Melansir dari laman Kementerian Kesehatan, diungkap juga bahwa ada 20 persen dari 250 juta jiwa berpotensi mengalami masalah kesehatan jiwa.

Temuan ini belum diseimbangkan dengan adanya jumlah psikiater yang dinilai masih belum mengimbangi pesatnya permasalahan tersebut.

Hingga perhitungan jumlah tenaga psikiater per 2021 saja jumlahnya masih 1.053 orang.

Artinya, seorang psikiater bisa melayani 250 ribu penduduk dan ini perlu mendapat perhatian khusus ke depannya.

Menkes Budi Gunadi membongkar solusi jitunya ialah kerja sama yang baik dengan komunitas dalam menangani gangguan kesehatan jiwa menjadi sangat penting.

Keterlibatan komunitas kini lebih didorong Kemenkes daripada sekadar formal melalui instansi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) guna meningkatkan kesadaran skrining kesehatan mental di Indonesia.***

Rekomendasi