WASPADA! Hasil Riset: Terlalu Sering Nonton Anomali Brainrot Buat Kecerdasan Otak Anak Menurun


inNalar.com
– Fenomena Anomali Brairot sukses menghibur warganet melalui karakter absurd dan tengah viral di TikTok.

Meski begitu, menurut hasil riset terbaru dari IPB, terlalu sering menonton Anomali Brainrot dapat menurunkan kecerdasan otak.

Anomali Brainrot memang menampilkan karakter-karakter absurd, seperti seperti “tung-tung sahur” atau hiu memakai sepatu.

Baca Juga: Jalan Tol Probolinggo-Banyuwangi Sudah Tersambung Hingga Paiton, Kapan Sampai Situbondo?

Sehingga anak-anak, khususnya yang masih balita belum bisa membedakan mana hiburan fiktif dan sebuah realita.

Dosen IPB Dr Melly Latifah Divisi Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, mengatakan konten hiper absurd ini bisa mengganggu perkembangan berpikir anak, khususnya di masa usia dini.

“Anak-anak belum mampu membedakan fantasi dan kenyataan. Visual yang ‘hiper-absurd’ dapat memicu pelepasan dopamin secara berlebihan, yang berdampak pada fokus dan emosi,” jelasnya, dikutip inNalar.com, Kamis 3 Juli 2025.

Baca Juga: RESMI! Juli 2025 Cicilan Hutang Pensiunan Dipotong, Bunga Dihapus untuk Lansia 70 Tahun ke Atas

Lebih lanjut, paparan konten Anomali Brainrot secara terus-menerus juga berisiko menciptakan pola pikir tidak logis pada remaja.

“Paparan berlebihan menguatkan pola pikir ‘semakin tidak masuk akal, semakin menarik’. Ini mengurangi kemampuan berpikir sistematis,” terang Melly Latifah.

Istilah “brain rot” mengacu pada kondisi psikologis yang dipicu oleh gaya hidup digital seperti scrolling tanpa henti, binge-watching, dan multitasking.

Baca Juga: KABAR GEMBIRA! Cicilan Utang Pensiunan PNS Bakal Dihapus, Berlaku Mulai Juli 2025, Sampai Jadi Nol?

Dr Melly menyebut, “Perilaku ini menyebabkan cognitive overload, kelelahan mental, dan berkurangnya fokus. Paparan berlebihan terhadap video berdurasi pendek mengubah preferensi otak terhadap stimulasi cepat.”

Gejala brain rot bisa tampak dari anak yang mudah terdistraksi, mengalami penyusutan kosakata, hingga tertawa histeris saat online tetapi datar ketika diajak bicara.

“Balita bisa meniru gerakan absurd. Anak usia SD bisa mengalami penurunan nilai drastis. Sementara remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa meme,” tegasnya.

Meski begitu, Dr Melly menegaskan dalam kondisi tertentu, konten seperti ini dapat merangsang kreativitas dan fleksibilitas berpikir.

Asalkan dengan pendampingan orang tua dan pendekatan edukatif, Anomali Brainrot bisa dimanfaatkan sebagai ‘cognitive playground’ untuk melatih pattern recognition.

Dengan menekankan literasi digital dan pengawasan aktif, orang tua bisa tetap membiarkan anak mengeksplorasi dunia digital tanpa mengorbankan kesehatan otak mereka. 

Kunci utamanya, seperti yang disampaikan Dr Melly, adalah “mengubah konsumsi menjadi pembelajaran.”

“Hiu tidak berkaki, kan?” — itulah contoh sederhana cognitive anchoring yang bisa menyelamatkan logika anak dari dunia yang terlalu absurd untuk dicerna mentah-mentah.