

inNalar.com – Ustadz Abdul Somad mengungkapkan bahwa penyakit yang paling mengerikan di dunia adalah sedih dan takut
Kemudian, Ustadz Abdul Somad menyebut bahwa sedih dan takut itu berbeda
Menurut Ustadz Abdul Somad, sedih adalah perasaan yang muncul akibat adanya kegagalan di masa lalu, sedangkan takut adalah perasaan khawatir dan cemas atas apa yang akan terjadi di masa depan.
Baca Juga: Viral! Konsumen Kena Tipu Gerai Donat J.CO, Beli Cuma Selusi Harganya Bukan Main
“Semua penyakit fisik manusia itu berawal dari sedih dan takut, penyakit psikologis” kata Ustadz Abdul Somad.
Pasalnya, menurut Ustadz Abdul Somad, ada saja orang yang telah berusaha menghindari berbagai makanan yang membahayakan tubuh, tetapi gula darahnya tetap naik, maka yang demikian itu, menurutnya, disebabkan oleh rasa takut akan apa yang akan dihadapi di masa yang akan datang.
Ustadz Abdul Somad mengajak para penyimak ceramah untuk meneladani kisah Abu Bakr Ash Shiddiq yang mengalamai kesedihan dan ketakutan.
Baca Juga: Jalan Terjal Manchester City Menuju Juara Liga Inggris, Nyaris Putus Asa Hadapi Dominasi Arsenal!
Dikisahkan olehnya bahwa meski Abu Bakr Ash Shiddiq telah belajar bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 13 tahun kala itu, perasaan sedih dan takut pun tetap menghinggapi dirinya.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata sembari menghibur Abu Bakr Ash Shiddiq bahwa janganlah bersedih dan takut, karena antara dirinya dan Abu Bakr, ada Allah yang selalu menjadi pihak ketiga untuk selalu hadir dalam kehidupan manusia.
Ustadz Abdul Somad mengimbau para penyimak ceramahnya untuk senantiasa mengingat perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mengalami perasaan sedih dan takut, yaitu “La tahzan, innallaaha ma’anaa” yang artinya janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama dengan kita.
Baca Juga: Nottingham Forest Tunjukkan Peran Krusial Dibalik Raihan Gelar Manchester City Musim Ini
Selain itu, Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa ada bentuk perkataan lain yang diucapkan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam untuk menghibur dirinya tatkala mengalami perasaan sedih dan takut, yaitu “Inna ma’i ya Rabbi.“
Ungkapan Nabi Musa ‘alaihissalam dapat diartikan dengan sesungguhnya Allah bersamaku, kata Ustadz Abdul Somad saat menjelaskan contoh ungkapan hiburan yang kedua tatkala merasa sedih dan takut.
Kedua ungkapan penghibur di kala sedih dan takut melanda yang dicontohkan oleh Ustadz Abdul Somad nampak berbeda.
Pasalnya, kondisi sedih dan takut yang dialami oleh Abu Bakr dan Nabi Musa ‘alaihissalam pun juga berbeda.
Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa ungkapan yang pertama “Janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ia melihat sahabatnya merasa sedih dan ketakutan.
Oleh karena itu, jika ada seseorang yang sedang merasakan kesedihan dan ketakutan, maka ia perlu dibangkitkan kembali semangatnya, kata Ustadz Abdul Somad.
Baca Juga: 7 Link Twibbon Paling Terbaru Memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2023
Sedangkan ungkapan yang kedua dikatakan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam kala itu, karena para sahabatnya lah yang justru menyebabkan kesedihan dan ketakutan baginya.
Oleh karena itu, Ustadz Abdul Somad menyarankan kita untuk memahami terlebih dahulu kondisi seseorang yang mengalami kesedihan dan ketakutan sebelum menghiburnya.
Ustadz Abdul Somad mengimbau agar kita berusaha memahami situasi dan kondisi yang terjadi sebelum menghibur orang lain agar pertemanan itu tak hanya di dunia saja, melainkan bertahan hingga ke akhirat kelak.
Lebih lanjut, Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa dalam hubungan pertemanan, tumbuhkanlah sikap empati dalam diri.
Selain itu, hindarilah sikap terlarang yang juga dijelaskan dalam QS Ali Imran ayat 120.
Ustadz Abdul Somad menerangkan bahwa ketika sahabat kita memperoleh kebaikan, maka janganlah kita bersedih hati.
Ketika sahabat kita memperoleh musibah, maka janganlah kita bersenang hati.
Semoga dengan apa yang dijelaskan oleh Ustadz Abdul Somad semakin membuat setiap muslim untuk bersama mempererat ukhuwah dan menumbuhkan sikap empati dalam diri masing-masing agar perdamaian pun tak hanya dicukupkan di dunia, melainkan juga hingga akhirat kelak.***