

inNalar.com – Negara Indonesia memiliki sebuah pulau yang dulunya sempat diperebutkan oleh dua negara besar yakni Amerika Serikat dan Belanda.
Pulau ini merupakan pulau terluar Indonesia dan dekat dengan Filipina tepatnya di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
Pulau Miangas memiliki luas wilayah 3,39 kilometer persegi dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 jumlah penduduknya sekitar 820 jiwa. Selain itu, ada banyak keunikan dari warganya.
Baca Juga: Berkomitmen Investasi Rp14,9 Triliun, Perusahaan Otomotif China Siap Bangun Pabrik di Indonesia
Dalam kesehariannya penduduk Pulau Miangas berbicara dalam tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, tagalog Filipina, dan bahasa daerah setempat.
Kemampuan berbahasa tagalog penduduk pulau ini diperuntukkan agar interaksi dagang dengan orang Filipina menjadi lebih mudah.
Selain itu, pernikahan campuran sering kali terjadi di pulau ini karena jarak Miangas yang dekat dengan Filipina membuat masyarakat tak asing dengan adanya pernikahan campur tersebut.
Hal ini juga yang menjadi salah satu sebab para penduduk Miangas terbiasa menggunakan bahasa tagalog selain bahasa Indonesia.
Namun, menurut penduduk setempat kini penggunaan Bahasa Tagalog di Miangas secara perlahan mulai menurun.
Saat ini juga sudah banyak nelayan dari Filipina yang juga fasih berbahasa Miangas.
Tidak hanya keturunan Filipina, di Miangas ada juga keturunan Spanyol masyarakat Miangas yang merupakan keturunan Spanyol biasa disebut Kancingan oleh warga setempat.
Wilayahnya yang masuk dalam kategori 3T yaitu terdepan, terluar, dan tertinggal membuat distribusi logistik ke pulau ini sangat lambat.
Hal ini mengakibatkan harga kebutuhan pokok menjadi lebih mahal jika dibandingkan pulau lainnya.
Oleh karena itu, banyak penduduk miangas yang lebih memilih berbelanja kebutuhan pokok ke Filipina untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Uniknya penduduk setempat masih mengandalkan sistem barter. Hal tersebut dikarenakan mata uang rupiah tidak bernilai bagi masyarakat Miangas.
Mengingat uang tidak bisa digunakan untuk berbelanja maka dari itu mereka masih menggunakan sistem barter untuk membeli berbagai kebutuhan dengan orang Filipina.
Lebih lanjut, struktur pemerintahan adat masih dipelihara di Miangas yang dipimpin oleh seorang Ratu Banua atau Mangkubumi dengan wakilnya Inang Wanua.
Di bawahnya terdapat 12 kepala suku yang membawahi masing-masing kelompok keluarga besar.
Para pemimpin adat ini tidak mempunyai masa periode tetap, jadi jika mereka melakukan kesalahan atau mengundurkan diri maka akan diganti oleh masyarakat.
Kepala suku diangkat oleh masyarakat dan Ratum Banua tidak bisa memberhentikan kepala suku.
Dalam pemilihan kepala desa, masyarakat Miangas lebih melihat figur calon kepala desa meskipun berasal dari suku kecil.
Meski masuk dalam kategori 3T, Pulau Miangas telah memiliki bandara.
Bandara tersebut mulai dibangun pada tahun 2012 dan beroperasi pada 2016.
Pembangunan bandara terluar di provinsi Sulawesi Utara ini menghabiskan anggaran sebesar Rp50 miliar.
Tujuan utama pembangunan bandara ini salah satunya ialah untuk tujuan pemerataan ekonomi seluruh masyarakat Sulawesi Utara.
Namun, alasan lain yang tidak kalah penting dari itu ialah pembangunan bendara ini sebagai strategi pertahanan nasional lantaran jarak Pulau Miangas ini cukup dekat dengan negara lain.
Sejauh ini Bandara Miangas baru digunakan untuk aktivitas pengiriman logistik dan tenaga medis.
Selain itu, bandara ini juga diproyeksikan untuk pemerintah Indonesia sebagai basis pertahanan, mengingat perbatasan laut Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Filipina.
Strategi pertahanan nasional inilah yang mendorong kuat pemerintah Republik Indonesia membangun bandara di pulau ini. *** (Ummi Hasanah)