Tokoh Bangsa Mohammad Natsir, Teladan Bagi Pemimpin Negeri dan Pencetus NKRI

inNalar.com – NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia ternyata dicetuskan oleh seorang ulama dan negarawan bernama Mohammad Natsir. Tokoh bangsa ini pernah menjabat menteri bahkan perdana menteri. Walaupun memiliki jabatan penting di sebuah negara, dirinya dikenal dengan kesederhanaanya saat itu.

Mohammad Natsir dikenal sebagai menteri atau pejabat yang tak memiliki baju bagus, selain itu jasnya juga banyak tambalannya. Ulama yang juga pendiri Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia itupun tak memiliki rumah, dirinya pernah menolak hadiah mobil mewah.

Mohammad Natsir bersahabat dekat dengan KH Agus Salim, bersama teman karibnya tersebutlah dirinya hanya berdiskusi mengenai masa depan Indonesia.

Baca Juga: Kutipan Inspiratif Raden Ajeng Kartini, Kado untuk Seluruh Wanita Indonesia di Hari Kartini 2022

Bagi negarawan berdarah Minang itu, Islam bukanlah sekedar agama spritual atau hanya sebatas keyakinan pribadi tetapi lebih dari pada itu.

Dikutip inNalar.com dari artikel Warta Bulukumba berjudul “Dasar Negara Pancasila dan Islam dalam pemikiran Mohammad Natsir” pada Senin, 4 April 2022. Islam baginya mengatur hubungan vertikal dan horisontal.

Islam mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan antara sesama manusia. Islam merupakan pedoman dan falsafah hidup yang tidak mengenal pemisahan agama dan politik.

Dalam sebuah artikel Islam sebagai dasar negara, ia mengakui bahwa dalam Islam tidak ada perintah untuk mendirikan suatu negara Islam oleh Rasulullah.

Baca Juga: Jadwal Sholat Ramadhan 2022 di Kabupaten Aceh Besar pada Hari Ini, Senin 4 April 2022

Namun demikan ia juga menyatakan penolakannya terhadap gagasan sekularissi dengan menegaskan bahwa faham sekularisasi tidak sejalan dengan jalan pikiran bangsa kita yang beragama .

Dari sekilas pemikiran Mohammad Natsir ini timbul kesan singkat bahwa pada dirinya terdapat pemikiran yang berbenturan antara satu sama lainnya.

Di satu sisi, secara normatif Islam dalam pandangannya tidak memberikan pola atau bentuk khas dari suatu negara, tetapi disisi yang lain juga ia tidak menghendaki adanya sekulerisasi sebagaimana Islam juga dipahami sebagai agama dan negara.

Tokoh dan cendekiawan Islam ini dengan tegas menolak sistem theokrasi dan sekulerisasi, namun menerima gagasan nasionalisme.

Baca Juga: Jadwal Sholat Kabupaten Aceh Barat Daya Hari Ini, 4 April 2022 atau 2 Ramadhan 1443 Hijriah

Selain itu demokrasi dalam pandangan Natsir harus berjalan di atas prinsip-prinsip: tauhid, persaudaraan, persamaan,dan ijtihad. Islam kedaulatan tertinggi berada di tangan Tuhan bukan di tangan rakyat.

Dalam buku berjudul Debat dasar negara Islam dan Pancasila: Konstituante 1957 yang ditulis oleh Muhammad Natsir, Penerbit Pustaka Panjimas tahun 1957, terurai pemikiran dan pandangannya yang jernih dan obyektif terhadap dasar negara bagi Indonesia. 

Banyak buku telah ditulis tentang cendekiawan, ulama, politisi, dan negarawan Mohammad Natsir. Sedikitnya ada 15 buku telah ditulis tentang sosok maupun pemikiran Mohammad Natsir.

Sebagai contoh, beberapa penulis dan bukunya: Yusuf Abdullah Puar, 1978, Muhammad Natsir 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan; H. Endang Saifuddin Anshari dan M. Amien Rais,1988, Pak Natsir 80 Tahun Buku Pertama Pandangan dan Penilaian Generasi Muda; Ajip Rosidi, 1990.

Baca Juga: 5 Menu Buka Puasa Ramadhan 2022 Berbahan Dasar Kurma, Nikmati Sajian Istimewa Kesukaan Rasulullah SAW

Ada pula M. Natsir Sebuah Biografi 1, Lukman Hakiem (ed), 1993, Pemimpin Pulang Rekaman Perisistiwa Wafatnya M. Natsir; Anwar Harjono dkk, 1996, Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir; dan  Dr. Thohir Luth, 1999, M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya.

Mohammad Natsir lahir pada 17 Juli 1908 dan wafat pada 6 Februari 1993. Ia dilahirkan di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat dari pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah.

Ulama, politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia ini merupakan pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia.

Ia pernah menjabat menteri dan Perdana Menteri Indonesia. Di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.

Baca Juga: 8 Kutipan Raden Ajeng Kartini Tentang Cinta, Gunakan sebagai Caption untuk Menyemarakkan Hari Kartini 21 April

Natsir lahir dan dibesarkan di Solok, sebelum akhirnya pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA dan kemudian mempelajari ilmu Islam secara luas di perguruan tinggi.

Ia terjun ke dunia politik pada pertengahan 1930-an. Pada 5 September 1950, ia diangkat sebagai Perdana Menteri Indonesia kelima.

Setelah mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena berselisih paham dengan Presiden Soekarno, ia semakin lantang menyuarakan pentingnya peranan Islam di Indonesia hingga membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno.

Pasca kebebasannya pada tahun 1966, Natsir terus mengkritisi pemerintah yang saat itu telah dipimpin Soeharto hingga membuatnya dicekal.

Baca Juga: Hari Kartini 21 April, Menelisik Geliat Pendidikan Khusus Wanita yang Digaungkan Raden Ajeng Kartini

Natsir banyak menulis tentang pemikiran Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929.

Hingga akhir hayatnya ia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Ia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia.

Ia mengaku kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam. Selama hidupnya, ia dianugerahi tiga gelar doktor honoris causa, satu dari Lebanon dan dua dari Malaysia.

Pada tanggal 10 November 2008, Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia.***

(Alfian Nawawi/Warta Bulukumba)

 

Rekomendasi