

inNalar.com – Belasan ribu pulau yang ada di Indonesia mempunyai sejarah dan ceritanya masing-masing.
Terletak sekitar 156 km dari daratan utama Sumatera, pulau ini adalah salah satu pulau terluar yang posisinya cukup terpencil.
Isolasi ini menyebabkan masyarakat Enggano hamper tidak tersentuh modernisasi dan globalisasi.
Baca Juga: Tetap Kokoh Meski Diterpa Gempa Dahsyat dan Perang Dunia, Inilah Bangunan Masjid Tertua di Jepang
Infrastruktur di pulau ini juga belum berkembang sepenuhnya sehingga membuat kehidupan masyarakatnya lebih mandiri dan tergantung pada sumber daya lokal.
Pulau Enggano terletak di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.
Tercatat dalam data Badan Pusat Statistik tahun 2022 jumlah penduduk Enggano sebanyak 435 jiwa.
Baca Juga: Ini Dia Satu-Satunya Kota di Jawa Tengah yang Punya Banyak Sebutan
Pulau Enggano sudah sejak lama di ketahui oleh orang-orang Melayu.
Mereka menjulukinya sebagai pulau telanjang, karena pada masa lalu masyarakat adat Enggano baik pria maupun wanita bertelanjang dada.
Lebih lanjut, masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah “E Loppeh” yang dalam bahasa Enggano berarti tanah, daratan, atau bumi.
Sementara dalam bahasa Portugis “Enggano” berarti “kesalahan”.
Nama tersebut kemungkinan diberikan oleh Talesso, seorang pelaut Portugis yang terdampar di pulau tersebut.
Masyarakat Enggano mempunyai struktur sosial yang khas yang berbasis adat-istiadat.
Mereka terbagi ke beberapa suku, tiap-tiap suku memiliki aturan dan tradisi sendiri yang mengatur kehidupan sosial mereka.
Hal ini mencakup pembagian peran dalam masyarakat, hukum adat, dan sistem kepemimpinan yang diwariskan secara turun-temurun.
Penduduk asli pulau ini mempunyai budaya dan bahasa yang sangat khas.
Mereka berbicara dalam bahasa Enggano yang merupakan bahasa Austronesia dengan dialek yang tidak umum dan hanya dituturkan oleh komunitas kecil.
Budaya mereka juga unik dengan tradisi yang kaya dalam hal upacara adat, seni tari, serta sistem kepercayaan tradisional yang masih bertahan hingga kini.
Diantaranya masyarakat Enggano memiliki adat istiadat dalam hal pernikahan, kelahiran, dan kematian yang sangat berbeda dengan budaya lain di Indonesia.
Marco Polo diduga adalah orang pertama yang mencatat keberadaan Pulau Enggano saat melakukan perjalanan kembali ke Venesia setelah 24 tahun di Asia.
Pada 1345 atau 53 tahun setelah Marco Polo, Ibnu Batutah mencatat keberadaan pulau ini.
Terdapat catatan awal pendaratan para pelaut Eropa ke pulau Enggano.
Pelaut Eropa yang tercatat pertama kali mendarat di Pulau Enggano adalah pelaut Portugis di bawah pimpinan Alfaro Taleso atau Alonso Taleso pada 1506.
Sementara itu, pada 5 Juni 1596 ekspedisi Belanda di bawah pimpinan Cornelis the Hotman tercatat mendarat di Pulau Enggano. *** (Ummi Hasanah)