

inNalar.com – Pembangunan trase jalan tol Padang-Sicincin sepanjang 36,6 km mengalami kendala besar akibat protes warga.
Salah satu penyebab utama adalah persoalan pembebasan lahan, terutama di kawasan Nagari Sicincin dan Lubuk Alung, Sumatera Barat.
Akibatnya, proyek trase jalan tol senilai Rp9,8 triliun ini semula direncanakan akan membentang sepanjang 31 km, kini menjadi 36,6 km karena melewati tanah ulayat yang nilainya bak ‘harta karun’ bagi warga setempat.
Warga di Nagari Sungai Abang, Sicincin, dan Lubuk Alung menolak pembangunan jalan tol yang melewati lahan produktif dan pemukiman padat.
Penolakan ini berujung pada gugatan hukum yang dimenangkan warga, yang akhirnya memaksa perubahan trase jalan tol ke lahan yang tidak produktif, meskipun memperpanjang rute proyek.
Masalah terbesar dalam konflik ini adalah status tanah yang termasuk kategori tanah ulayat, yang tidak hanya memiliki nilai ekonomis, tetapi juga simbolis bagi masyarakat Minangkabau.
Tanah ini merupakan bagian dari warisan leluhur yang dipegang teguh oleh komunitas adat, dan setiap keputusan terkait alih fungsi lahan harus melalui musyawarah dengan seluruh anggota masyarakat.
Tak heran jika proses pembebasan lahan ini menjadi alot karena masyarkat meyakini bahwa menjaga tanah adat yang seolah ada harta karunnya ini adalah wajib karena menyangkut identitas dan warisan nenek moyang.
Kekhawatiran terbesar warga adalah hilangnya identitas adat jika tanah ini digunakan untuk kepentingan lain.
Baca Juga: Seret Progres, Megaproyek Jalan Tol Sepanjang 36,6 Km di Sumatera Barat Kian Jelas Endingnya
Penolakan warga dipicu oleh rasa khawatir terhadap hilangnya hak atas tanah ulayat, yang berujung pada gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan ini dimenangkan oleh warga, dan keputusan tersebut bertahan hingga tingkat kasasi.
Proyek tol akhirnya harus disesuaikan agar tidak merugikan masyarakat setempat, meskipun jalur menjadi makin panjang dari rencana awal.
Baca Juga: Jawa Timur Rajanya Kearifan Lokal? Inilah 5 Provinsi dengan Desa Wisata Terbanyak di Indonesia
Penolakan ini tak hanya dipicu karena dibangun diatas tanah ulayat namun juga karena kurangnya musyawarah dan komunikasi antara warga dan pelaksana proyek.
Dilansir dari Jurnal Demokrasi dan Politik Lokal, masyarakat mulai merasakan keresahan saat proses pematokan lahan masyarakat yang terkena trase jalan tol.
Sehingga munculah konflik demi konflik yang berawal dari kurangnya komunikasi antara berbagai pihak ini.
Selain menyangkut masalah tanah adat, kendala lain yang dihadapi pada trase jalan tol Padang – Sicincin ini adalah soal ganti rugi yang ditentukan secara sepihak sehingga masyarakat merasa dirugikan.
Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno pun ikut turun tangan untuk menangani masalah ini sehingga dicapailah kata mufakat antara kedua belah pihak.
Saat ini, pembangunan tol Padang-Sicincin yang makin panjang dari rencana awal ini telah mencapai 75 persen dan ditargetkan selesai pada Desember 2024.
Baca Juga: Kebumen Masuk Klub Eksklusif UNESCO! Simak 9 Geopark Indonesia Lainnya yang Tak Kalah Keren
Dengan solusi yang telah ditemukan, pembangunan tetap berjalan tanpa mengabaikan nilai-nilai budaya masyarakat setempat.
Pembangunan infrastruktur besar seperti ini memang harus memperhatikan keseimbangan antara kemajuan dan pelestarian budaya, agar tidak mengorbankan identitas komunitas setempat.***