

inNalar.com – Pesisir utara Jawa, terutama Jakarta, menghadapi ancaman besar terkait penurunan permukaan tanah dan risiko tenggelam akibat kenaikan muka air laut.
Sebagai langkah solutif, Presiden Prabowo Subianto mencanangkan pembangunan tanggul laut raksasa sepanjang 958 km yang membentang dari Cilegon hingga Gresik.
Salah satu agenda besar pemerintah yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan lingkungan sekaligus melindungi sumber pangan nasional.
Baca Juga: Selain Tandon Air Minum IKN, Bendungan Rp 836 Miliar di Kalimantan Timur Bakal Buka Potensi Cuan Ini
Oleh karenanya, mega proyek ambisisus ini dinamakan “Giant Sea Wall,” sebuah oenamaan yang mencerminkan tekad kuat menghadapi ancaman serius dari fenomena kerusakan alam.
Urgensi Pembangunan Tanggul Raksasa
Penurunan permukaan tanah di Jakarta mencapai 1-15 cm per tahun, terutama di kawasan utara.
Fenomena ini diperburuk oleh kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim.
Yang kemudian mengancam permukiman, infrastruktur, dan lahan produktif di pesisir utara Pulau Jawa.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mencatat bahwa banjir dan penurunan tanah merupakan dua masalah utama yang harus segera ditangani.
Pembangunan tanggul laut raksasa ini diyakini menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah tenggelamnya wilayah pesisir.
Selain itu, proyek ini juga bertujuan menyelamatkan sawah-sawah di Pantai Utara Jawa yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Sebagaimana hal tersebut pernah dikemukakan oleh Utusan Khusus Presiden, Hashim Djojohadikusumo.
Proyek NCICD dan Fondasi Awal Tanggul
Langkah awal pembangunan tanggul laut ini sebenarnya sudah dimulai melalui proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
Pada 2016, pemerintah menggandeng Korea Selatan dan Belanda untuk merancang desain dasar tanggul sepanjang 43 km dari Tangerang hingga Bekasi.
Baca Juga: 7 Ruas Jalan Tol Ini Bakal Dilelang Presiden Prabowo Subianto, Begini Kelanjutannya
Percobaan awal ini menghasilkan konsep Integrated Flood Safety Plan (IFSP) yang berfokus pada pengendalian banjir, penyediaan air bersih, dan peningkatan sanitasi.
Namun, tanggul sementara seperti yang dibangun di Kali Baru, Jakarta, hanya diprediksi bertahan hingga 2033, mengingat kebutuhan proteksi jangka panjang semakin mendesak.
Keunggulan Proyek Tanggul Laut Raksasa
Dilansir dari berbagai sumber, tanggul laut raksasa ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung, tetapi juga diharapkan menjadi ekosistem baru yang mendukung kegiatan ekonomi.
Sebagaimana hal itu sempat disampaikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Ia memperkirakan proyek ini membutuhkan anggaran hingga Rp700 triliun, dengan Rp10 triliun di antaranya dialokasikan khusus untuk Jakarta.
Proyek ini juga diharapkan dapat mengatasi kemiskinan di wilayah utara Jawa yang dihuni 55 juta penduduk.
Namun, proses pembangunan tanggul laut raksasa bukan tanpa kendala. Selain biayanya yang besar, durasi pengerjaannya diperkirakan memakan waktu hingga 20 tahun.
Dampak Pembangunan Tanggul Raksasa
Proyek tanggul laut ini juga diharapkan memberikan manfaat tambahan seperti penyediaan air bersih.
Melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Jatiluhur dan Karian-Serpong, yang mendukung kebutuhan air di Jakarta, Bekasi, dan Karawang.
Selain itu, fokus pada sanitasi dan ekosistem pantai diyakini mampu memulihkan lingkungan pesisir yang terdegradasi.
Namun, terdapat beberapa kekhawatiran mengenai dampak ekologis proyek ini.
Beberapa ahli lingkungan menyatakan bahwa perubahan besar pada garis pantai dapat memengaruhi habitat laut di sekitar tanggul.
Oleh karena itu, kerjasama dengan mitra internasional seperti Belanda dan Korea Selatan diperlukan untuk memastikan pembangunan ini tetap ramah lingkungan.
Lantas, Apakah Benar dapat Menyelamatkan Jakarta?
Dengan visi besar yang diusung Presiden Prabowo Subianto, pembangunan tanggul ini menjadi salah satu upaya untuk menyelamatkan daerah tragis.
Seperti halnya Jakarta dan kawasan Pantura dari ancaman banjir dan tenggelam.
Proyek ini juga mencerminkan komitmen jangka panjang pemerintah terhadap keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan nasional.
Namun, implementasi yang konsisten dan pengawasan ketat diperlukan agar proyek ini tidak hanya menjadi wacana, melainkan solusi nyata bagi masyarakat Indonesia. *** (Gita Yulia)