
inNalar.com – Apakah kita benar-benar siap menghadapi kelas yang lebih berwarna daripada pelangi setelah hujan? Dalam dunia pendidikan, tenaga pengajar tidak sekadar berhadapan dengan anak-anak manis nan polos yang siap menyerap ilmu.
Mereka akan bertemu dengan beragam kepribadian; mulai dari si jenius yang selalu lebih cepat dari kurikulum, si pemimpi yang pikirannya melayang entah ke mana, hingga si pemberontak yang tampaknya menganggap sekolah sebagai ajang pertunjukan stand-up comedy pribadi.
Keberagaman di dalam kelas memang bisa menjadi harta karun, tetapi juga bisa menjadi labirin tanpa peta bagi para pengajar. Setiap siswa hadir dengan latar belakang, kecepatan belajar, dan karakter uniknya masing-masing.
Baca Juga: Fakta Mengejutkan! Pelukan Hewan Lebih Ampuh Redakan Stres Akibat Skripsi Bagi Mahasiswa
Ada yang menangkap materi dalam hitungan detik, tetapi ada pula yang perlu dipandu seolah-olah sedang mengikuti peta harta karun.
Sebagai pengajar yang tidak hanya mengajarkan pelajaran, para guru ternyata juga dituntut untuk menjadi detektif sosial, psikolog dadakan, dan kadang-kadang, pesulap yang harus menemukan cara agar semua murid tetap tertarik.
Melansir akun Instagram ryan.oktapratama, beliau menjelaskan bahwa selama dirinya mengajar, dirinya merasa bahwa terkadang menghadapi 25 anak yang tidak menunjukkan masalah dalam perilakunya lebih mudah daripada 1 anak yang menunjukkan masalah dalam perilakunya.
Oleh karena itu, sebagai seorang guru, salah satu tanggung jawab kita adalah membimbing murid menjadi pribadi yang lebih utuh—atau bertumbuh dalam semua aspek hidup, yakni intelektual, fisik, sosial, emosional, dan spiritual.
Salah satu tantangan utama adalah perbedaan tingkat pemahaman dan kecepatan belajar. Beberapa siswa melesat seperti roket, sementara yang lain tertatih-tatih seperti kura-kura yang sedang mempertimbangkan apakah mau lanjut belajar atau tidur siang di kelas dulu.
Pengajar dituntut untuk menciptakan metode yang mampu mengakomodasi semua level pemahaman tanpa membuat yang cepat merasa bosan atau yang lambat merasa tertinggal seperti penumpang yang ditinggal kereta.
Nah, tahukah Anda bahwa beberapa jenis perilaku siswa yang perlu strategi khusus? Simak artikel ini lebih lanjut, ya!
Pertama, Jika Anda dihadapkan dengan siswa yang suka menyendiri, maka dorong mereka dengan apresiasi atas pencapaian kecil, latih self-talk positif, dan beri mereka peran dalam kerja kelompok.
Kedua, jika memiliki siswa yang hobi mengintimidasi teman sekelasnya, maka berilah ia apresiasi saat mereka berperilaku baik, tegur dengan konsisten, dan berikan mereka tanggung jawab agar merasa lebih dihargai.
Ketiga, jika siswa Anda selalu gelisah dan lupa instruksi, maka bantu dia menyiapkan to-do list, berikan area khusus untuk fokus, dan gunakan tutor sebaya.
Keempat, apabila memiliki siswa yang sangat perfeksionis yang lebih peduli pada detail kecil daripada tugas, maka ajarkan mereka untuk melihat gambaran besar dan buat sistem asesmen yang menghargai proses.
Kelima, jika Anda merasa bahwa terdapat siswa yang kesulitan berteman, maka Anda harus membangun bangun budaya kelas yang inklusif dan ajarkan mereka tentang keterampilan sosial dasar.
Keberagaman tidak berhenti di situ saja, lho! Ada juga faktor budaya, bahasa, dan latar belakang sosial-ekonomi yang bisa menjadi lautan tantangan tersendiri.
Bayangkan ketika Anda harus menjelaskan konsep globalisasi kepada siswa yang bahkan belum pernah keluar dari kampung halamannya. Atau bahkan, mengajarkan nilai-nilai toleransi di kelas yang penuh dengan perbedaan pendapat lebih dari grup WhatsApp keluarga.
Namun, mari kita lihat sisi positifnya! Keberagaman ini bisa menjadi ladang emas bagi pengalaman belajar, karena diskusi kelas bisa lebih hidup, sudut pandang lebih kaya, dan siswa lebih siap menghadapi dunia yang memang penuh dengan keberagaman.
Lantas, bagaimana cara menghadapi semua ini tanpa kehilangan kewarasan? Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh calon pengajar:
1. Membangun Hubungan yang Baik dengan Siswa
Tidak ada yang lebih menyebalkan bagi siswa selain guru yang hanya muncul untuk mengajar tanpa peduli dengan mereka.
Jadilah pendengar yang baik, tunjukkan empati, dan bangun koneksi agar siswa lebih merasa dihargai biasanya lebih mudah diajak kerja sama
2. Mengenali Kebutuhan dan Minat Siswa
Setiap siswa adalah teka-teki yang perlu dipecahkan. Maka, sebagai guru, Anda harus mencari tahu apa yang membuat mereka tertarik dan gunakan itu sebagai pancingan.
Kalau mereka lebih tertarik membahas drama Korea daripada teori ekonomi, mungkin bisa mulai dengan membahas kapitalisme dari industri hiburan.
3. Memberikan Umpan Balik yang Konstruktif
Jangan hanya jadi “polisi kelas” yang sekadar memberikan hukuman. Berikan apresiasi untuk perilaku positif, tetapi juga berikan teguran yang tegas jika perlu—tentunya dengan cara yang tidak membuat mereka merasa diintimidasi.
Baca Juga: Gaji Dosen di Timor Leste Bikin Melongo, Lebih Besar dari Indonesia?
Pada akhirnya, menjadi pengajar bukan hanya tentang mengajarkan mata pelajaran, tetapi juga membimbing siswa menjadi pribadi yang lebih utuh.
Tantangannya besar, tetapi jika dilakukan dengan kesabaran, strategi yang tepat, dan sedikit humor, pengalaman mengajar bisa menjadi sesuatu yang luar biasa. Tetap semangat, ya! ***