

inNalar.com – Megaproyek Kawasan Industri Hijau Indonesia berlokasi dekat dengan ibu kota baru yaitu hanya sekitar 185 km dari IKN.
Lebih tepatnya terletak di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) Tanah Kuning telah berjalan sejak Presiden RI Joko Widodo meletakkan batu pertama pada 21 Desember 2021.
Baca Juga: Asyik! Jawa Barat Bakal Punya Pelabuhan Raksasa Rp40 Triliun yang Jadi Gerbang Maritim Nasional
KIHI Tanah Kuning, Kalimantan Utara merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan target pengembangan seluas 30.000 hektare.
Tidak main-main, nilai investasinya pun mencapai 1.132 miliar USD atau sekitar Rp2.000 triliun.
Nilai proyek ini lima kali lebih besar dibandingkan dengan pembangunan IKN di Kalimantan Timur.
Baca Juga: Habiskan Rp2.000 Triliun, Megaproyek di Kalimantan Utara Ini Bakal Babat Hutan 30 Ribu Hektare
Kementerian Keuangan mencatat bahwa realisasi anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) mencapai Rp 18,9 triliun per 31 Agustus 2024.
Nilai ini setara dengan 43,1 persen dari total anggaran yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 44 triliun.
Kemudian dilansir dari ikn.go.id, Juri Ardiantoro selaku Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menyatakan bahwa proyek pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur membutuhkan anggaran Rp466 triliun.
Baca Juga: Meninjau Keuntungan dan Kerugian Ekonomi Indonesia di Era Prabowo Pasca Gabung BRICS
Di antara proyek yang direncanakan dalam Kawasan Industri Hijau ini yakni pabrik petrokimia, yang akan menjadi yang terbesar di Indonesia.
Kapasitasnya 64 juta ton per tahun, serta smelter aluminium dengan kapasitas 3 juta ton.
Selain itu, terdapat pabrik besi dan baja dengan kapasitas 5 juta ton per tahun.
Tiga pengelola kawasan terlibat dalam proyek ini, yaitu PT. Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI), PT. Indonesia Strategis Industri (ISI).
Pengelola ketiga yaitu dari PT. Kayan Patria Propertindo (KPP). Investasi yang akan difasilitasi di kawasan industri ini mencakup pemurnian dan pengolahan mineral, pergudangan, properti, perdagangan, dan aktivitas komersial.
Pada tahap awal, lahan yang digunakan untuk pengembangan kawasan ini seluas 10.100 hektare, dengan pasokan listrik yang berasal dari PLTA Mentarang Induk (Malinau).
Megaproyek ini mencakup pabrik petrokimia yang direncanakan menjadi yang terbesar di Indonesia, dengan kapasitas mencapai 4×16 juta ton per tahun.
Proyek yang akan mendirikan pabrik ini telah mobilisasi alat kerja, alat berat, dan alat angkut, serta mematangkan area seluas 1.000 hektare.
Selain itu, akan dibangun smelter alumina dengan kapasitas tiga juta ton, pabrik besi dan baja dengan kapasitas lima juta ton per tahun.
Kemudian pabrik baterai kendaraan listrik dan pembangkit energi terbarukan berkapasitas 265 Giga Watt Hour (GWh).
Produksi pertama dari smelter aluminium direncanakan akan dimulai pada semester pertama 2025. Dengan target produksi awal sebesar 500 ribu ton aluminium per tahun, dan meningkat menjadi tiga juta ton pada tahap akhir.
Ada juga perusahaan yang akan membangun pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 1.000 MW sebagai transisi energi menuju energi hijau.
Proyek senilai Rp2.000 triliun di Kalimantan Utara ini dimulai sejak tahun 2023, yang ditandai dengan peletakan batu pertama pabrik petrokimia pada 20 Desember tahun lalu.
Nilai investasi saat itu sekitar Rp373 triliun rupiah.
Dari investasi ini, diperkirakan akan ada sekitar 100.000 pekerjaan yang tercipta, serta transfer teknologi yang akan menguntungkan negara kita.
Pada tahun 2029, setelah investasi tersebut terealisasi, potensi ekspor Indonesia diperkirakan akan meningkat, dengan kontribusi setidaknya 30% dari total ekspor nasional pada tahun tersebut.
Pada 28 Februari 2023, Presiden RI Joko Widodo meninjau kemajuan Proyek Strategis Nasional (PSN) KIHI Kalimantan Utara.
Setelah peninjauan, Presiden Jokowi menyatakan bahwa kawasan ini adalah Kawasan Industri Hijau terbesar di dunia.
Kawasan ini dapat menjadi masa depan Indonesia dalam pengembangan industri energi hijau.
Presiden juga meyakini bahwa kawasan ini akan mampu memproduksi produk-produk ramah lingkungan yang kompetitif, yang akan menjadi kekuatan bagi industri hijau di daerah tersebut.***(Aliya Farras Prastina)