Tanggapi Invasi Rusia ke Ukraina, Dewan HAM PBB akan Mempertimbangkan Isolasi untuk Rusia

inNalar.com –  Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang beranggotakan 47 negara, telah menyetujui resolusi yang bertujuan untuk membentuk panel ahli yang terdiri dari tiga orang untuk memantau hak asasi manusia di Ukraina. Badan hak asasi manusia tertinggi PBB itu, telah menyetujui resolusi tersebut pada Jumat (04/03/22).

Keputusan tersebut menunjukkan bahwa tumbuhnya persatuan internasional melawan invasi Rusia ke Ukraina dan isolasi internasional yang telah meningkat.

Sekitar 32 dari 47 negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB, telah memberikan suara untuk mendukung resolusi tersebut, sementara 13 lainnya abstain.

Baca Juga: NATO Persiapkan Cold Response 2022 di Tengah Konflik Rusia Ukraina, Bagaimana Sikap Rusia? Simak Selengkapnya

Hanya Rusia dan Eritrea yang memberikan suara menentang resolusi, yang diusulkan oleh negara-negara Barat dan negara-negara lain yang telah berbicara menentang invasi. Beberapa negara yang secara terbuka atau diam-diam mendukung Moskow tampaknya telah mundur dari dukungan tersebut.

China, Kuba dan Venezuela abstain dalam pertemuan tersebut, meskipun ketiganya telah bergabung dengan Rusia dan Eritrea dalam pemungutan suara pada Senin (28/02/22), dalam sebuah pertemuan.

Pertemuan tersebut terjadi setelah PBB menerima proposal dari pemerintah Ukraina untuk mengadakan “debat mendesak”, terhadap situasi HAM di Ukraina. Debat berlangsung pada Kamis (03/03/22), dan mencapai puncaknya pada pemungutan suara di hari Jumat.

Baca Juga: Pemimpin NATO Memperingatkan Bahwa Invasi Rusia ke Ukraina Bisa Terjadi ke Negara Eropa Lainnya

Mauritania, Senegal, Somalia, dan Uni Emirat Arab yang abstain pada pemungutan suara hari Senin, kemudian memilih untuk mendukung resolusi, pada hari Jumat. Selama debat, satu persatu negara anggota berbicara dalam menentang invasi Rusia.

Banyak utusan Barat memakai dasi biru atau kuning, syal, jaket atau pita di kerah mereka, sebagai simbol untuk menghormati warna bendera Ukraina. Bahkan negara-negara pengamat termasuk Gambia dan Malaysia yang juga mengecam tindakan Rusia tersebut.

Duta Besar Ukraina, Yevheniia Filipenko, tampak tergerak oleh hasil pemungutan suara tersebut. Filipenko mengatakan kepada para delegasi setelah pemungutan suara, “Saya berterima kasih kepada semua orang yang memilih jalan yang benar.”

Baca Juga: Roman Abramovich Resmi Jual Chelsea, Siapa Saja Miliarder yang Tertarik untuk Mengambil Alih The Blues

Pemungutan suara hari Jumat adalah penentu penting terhadap sentimen internasional tentang invasi. Itu terjadi dua hari setelah Majelis Umum PBB di New York memberikan suara 141-5, dengan 35 abstain, untuk menuntut penghentian segera serangan Moskow terhadap Ukraina dalam pemungutan suara yang tidak mengikat.

Resolusi dewan mencari “operasionalisasi segera” dari tim ahli yang terdiri dari tiga orang yang dikenal sebagai Komisi Penyelidikan, alat pengawasan dewan yang paling kuat. Anggotanya akan ditunjuk oleh kepala hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet.

Para ahli akan ditugaskan untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti yang dapat digunakan oleh pengadilan, seperti Pengadilan Kriminal Internasional, yang telah meluncurkan penyelidikannya sendiri atas invasi Rusia.

Baca Juga: Viral, Mohammed Rashid Jelaskan Alasannya Menolak Foto dengan Spanduk Stop War: Ini Sangat Tidak Adil

Dalam perkembangan lain yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas, pemerintah Ukraina dan mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown pada hari Jumat, menyerukan pembentukan pengadilan pidana khusus untuk menuntut Presiden Rusia Vladimir Putin dan sekutunya atas invasi ke Ukraina.

Brown menyatakan seruan tersebut untuk menyelidiki “kejahatan agresi” didasarkan pada pengadilan yang menuntut para senior Nazi setelah Perang Dunia II. Pengadilan semacam itu,  yang pembentukannya masih belum pasti, dapat membantu mengisi celah hukum, dan melengkapi pekerjaan ICC.

ICC yang berbasis di Belanda dapat menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahatan perang, tetapi Rusia  belum menandatangani undang-undang ICC di mana negara-negara berjanji untuk tidak melakukan kejahatan perang.***

Rekomendasi