
inNalar.com – Kolonial Belanda menjadi saksi kekayaan mineral berharga di Indonesia. Ratusan tahun yang lalu ternyata tambang emas di Bengkulu ini telah ditemukan dan dimanfaatkan.
Dusun Lebong tepatnya, menjadi hamparan ditemukannya tambang emas yang kala itu nusantara masih ada di masa penjajahan para kolonialis.
Pada 1850, pemerintah Hindia Belanda membentuk badan pengelolaan dan penyelidikan geologi yaitu bernama Dienst van het Mijnwezen di Batavia.
Badan inilah yang melakukan penyelidikan geologi dan mineral di seluruh pelosok Indonesia. Sampailah mereka di wilayah Lebong yang menarik perhatian para peneliti.
Melansir dari Encyclopedie van Nederlandsch Indie Tweede Druk, Dusun Lebong telah menarik pemerintah Kolonial Belanda karena potensi alamnya yang begitu kaya, termasuk di dalamnya yakni tambang emas.
Pada tahun 1868, pemerintah mulai merintis jalan raya yang menghubungkan antara Lebong dengan Redjang Lebong, Bengkulu.
Eugen Kessle menghasilkan hasil eksplorasinya yakni endapan bijih emas primer di daerah Lebong Donok. Dimana mulai tahun 1987, wilayah ini ditambang oleh perusahaan swasta Belanda bernama Mijnbouw Maatschappij RedjangLebong.
Hingga tahun 1938, selama era pemerintahan kolonial, tercatat telah menerbitkan 437 izin eksploitasi dan hak konsesi pertambangan di wilayah Indonesia, termasuk tambang di Bengkulu.
Namun, sejak diberlakukannya Indische Mijnwet 1899 yang telah direvisi, pemerintah Hindia Belanda hanya memberikan hak konsesi kepada warga negara Netherlands atau badan hukum dan perusahaan yang didirikan di mereka para kolonialis. Aturan ini diberlakukan sejak tahun 1904.
Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong menjadi perusahaan tambang tertua di
Lebong Donok, Bengkulu dan resmi didirikan pada 10 Februari 1897.
Tambang emas di Lebong Donok Bengkulu ini kemudian membuka akses ke pertambangan lainnya, seperti Lebong Sulit yang dikelola oleh Mijnbouw Maatschappij Lebong Sulit dan Lebong Simau yang dioperasikan oleh Maatschappij Simau.
Sementara itu, tambang emas di Lebong Simpang dan Lebong Sawah dikelola oleh perusahaan milik pemerintah Hindia Belanda.
Dalam periode eksplorasi selama 12 tahun, dari 1899 hingga 1911, Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong berhasil menghasilkan logam mulia, seperti emas dan perak, dengan total 33,5 juta kilogram bruto.
Pengelolaan tambang di Lebong Donok, Bengkulu dapat dikategorikan sebagai tambang berskala besar, terlihat dari peralatan canggih yang digunakan.
Baca Juga: Syarat Timnas Indonesia Lolos Semifinal Piala AFF 2024 dan Terhindar Lawan Thailand
Peralatan tersebut meliputi mesin pengebor, kereta listrik untuk mengangkut bijih emas, alat pengangkut mesin, alat cetak emas, mesin penyaringan, hingga oven untuk pembakaran emas.
Semua peralatan untuk tambang emas ini didatangkan dari Batavia dan Surabaya.
Menjadi hal yang unik di pertambangan zaman Pemerintah Hindia Belanda ini karena alat transportasi yang digunakan untuk membawa emas ke Bengkulu adalah sapi.
Selama perjalanan “konvoi sapi” mereka dikawal oleh polisi-polisi pribumi dengan beberapa inspektur kulit putih. Biasanya perjalanan membutuhkan 6 hari.
Transportasi emas adalah bagian penting dalam kehidupan tambang emas Lebong Donok. Konvoi-konvoi pedati sapi yang berjalan teratur adalah simbol dari stabilitas dan kemajuan yang telah dicapai di wilayah Lebong, Bengkulu.***