Tak Mendapat Kepercayaan dari Masyarakat, Presiden ke-2 RI Lengser dan Para Loyalis Meninggalkan Soeharto

inNalar.com – Pada tahun 1998, kondisi tanah air kacau akibat krisis kepercayaan kepada pemerintah.

Pada saat itu, Soeharto yang berada di Kairo tanggal 13 Mei menyiratkan tanda keinginannya untuk mundur.

Soeharto mengatakan bahwa jika masyarakat tidak percaya lagi tidak masalah.

Baca Juga: Terjadinya Malari Hingga Singkirkan Kawan, Benarkah Soeharto Hilangkan Pesaing untuk Tetap Berkuasa?

Pernyataan Soeharto seakan mengubah arah angin di mana mereka yang menuntut adanya reformasi semakin bersemangat untuk mewujudkan cita-citanya.

Di sisi lain, kawan-kawan dan kolega Soeharto merasa bahwa ini merupakan akhir dari kepemimpinan Soeharto.

Dilansir inNalar.com dari buku Biografi daripada Soeharto, pada tanggal 15 Mei 1998, Presiden Soeharto pulang ke tanah air untuk melakukan konsolidasi kekuatan.

Baca Juga: Bangkrutnya Pertamina Jadi Skandal Korupsi Zaman Kepemimpinan Soeharto Era Orde Baru yang Terapkan Nepotisme

Namun, sambutan masyarakat Indonesia untuk kepulangannya benar-benar di luar dugaan.

Bahkan, Menteri Pariwisata Abdul latief mengundurkan diri karena tekanan dari keluarga.

Ketua DPR/MPR Harmoko yang menjadi ‘anak emas’ Soeharto membuat pernyataan mengejutkan.

Baca Juga: Kerajaan Bisnis Keluarga Cendana, Soeharto Sengaja Tutup Mata dan Telinga Atas Kasus Istri dan Anak-anaknya?

Bersama Syarwan Hamid yang menjadi ketua Fraksi ABRI di parlemen, Harmoko menuntut pengunduran diri Soeharto.

Para loyalis Soeharto mulai meninggalkannya dan para mahasiswa menyambut gembira pernyataan Ketua DPR/MPR tersebut.

Sementara itu, kelompok loyalis yang tersisa yang dipimpin oleh Wiranto berupaya melakukan netralisasi atas penyataan Harmoko.

Beberapa jam dari pernyataan Harmoko, Wiranto menuduh Harmoko adalah sikap dan pendapat individual.

Pada hari yang sama, Soeharto melakukan upaya terakhir untuk mempertahankan kekuasannya dengan mengeluarkan Inpres No.16 Tahun 1998.

Inpres No.16 Tahun 1998 tersebut berisikan pemberian wewenang Panglima ABRI Wiranto untuk mengambil segala tindakan pengamanan yang dianggap perlu jika situasi menjadi tak terkendali.***

 

Rekomendasi