

inNalar.com – Hingga saat ini, dalang sesungguhnya dibalik tragedi G30S PKI belum terungkap. Tuduhan juga tak hanya ditujukan pada Soeharto.
Kedekatan Soeharto dengan CIA membuat publik menduga kerja sama di antara mereka demi mencongkel Soekarno dari tahtanya.
Benar atau tidaknya kabar itu, sampai sekarang tak ada yang berhasil mengungkap keterlibatan Soeharto dibalik G30S PKI.
Dilansir inNalar.com dari buku berjudul “Biografi daripada Soeharto” yang ditulis oleh A.Yogaswara, ada kecurigaan dalam hal ini.
Kecurigaan pada Soeharto sebagai dalang G30S PKI, salah satunya disebabkan oleh perbedaan keterangan mengenai kondisi jasad para pahlawan yang gugur.
Dalam pidatonya, bahkan diulang beberapa kali, ia menyampaikan kekejaman dan kebiadaban para pelaku penculikan terhadap para pahlawan.
Ramai kabar bahwa para pahlawan revolusi yang dijatuhkan di Lubang Buaya disiksa dengan sadis terlebih dahulu sebelum menemui ajalnya.
Kabarnya, matanya dicongkel, alat kelaminnya dipotong, anggota tubuhnya diiris-iris, lalu ditembak dan dijatuhkan ke dalam sumur tua.
Berita tersebut otomatis membakar emosi dan amarah massa. Apakah ini memang tujuan Soeharto?
Situasi yang tercipta saat itu, tentu membuat pasukan militer memiliki alasan ‘yang paling benar’ untuk membantai habis PKI beserta simpatisannya.
Bertahun-tahun setelah kejadian itu, keterangan yang disampaikan oleh anggota tim forensik dari UI yang bertugas mengotopsi para jenderal, berkebalikan dengan keterangan Soeharto.
Ia adalah Prof. Dr. Arif Budianto yang memiliki nama Cina Liem Joe Thay. Ia menyebut, kabar yang beredar tidak sesuai dengan hasil otopsi.
Jangankan dipotong kelaminnya, Prof. Dr. Arif Budianto bersaksi bahwa jasad para pahlawan di Lubang Buaya sama sekali tidak memiliki luka irisan.
Jasad pahlawan yang bola matanya copot dan kutal-katil, itupun karena kondisi mayat yang sudah terendam selama tiga hari, bukan karena sengaja dicongkel.
Prof. Dr. Arif Budianto menyampaikan, ia baru saja mengangkat sedikit kepala jenazah, dan Soeharto ternyata ada di ruangan tersebut.
Ia menggunakan battle dress (baju perang), ditemani oleh para pejabat dan prajurit lainnya. Malam itu, rumah sakit dijaga ketat.
Profesor Arif lantas menanyakan, apakah jenazah para pahlawan perlu diotopsi secara lengkap atau tidak. Para jenderal yang hadir di ruangan, termasuk Soeharto, mengatakan tak perlu.
Meski kejadian ini aneh dan menimbulkan kejanggalan, tetap saja, keterlibatan Soeharto secara langsung dengan G30S PKI belum bisa dibuktikan.
Tak hanya pada dirinya, petunjuk lain pun mengarahkan tuduhan kepada CIA, bahkan Soekarno. Siapa dalang sebenarnya? Entahlah. ***