

inNalar.com – Kementerian ESDM blak-blakan mengenai kondisi Wilayah Kerja (WK) Blok East Natuna di Kepulauan Riau.
Diketahui, pihak pemerintah telah membuka lelang Blok Natuna D-Alpha pada acara Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition ke-47.
Kegiatan tersebut telah dilaksanakan pada Bulan Juli 2023 lalu beriringan dengan sejumlah wilayah kerja migas lainnya yang masuk dalam kegiatan lelang tersebut.
Namun sayangnya Blok Natuna D-Alpha yang sudah terkatung-katung hampir setengah abad ini masih saja sepi peminat.
Meski begitu, Kementerian ESDM memastikan akan ada lelang ulang untuk blok migas yang satu ini.
Sebelumnya ada satu pihak yang telah menunjukkan minatnya untuk mengelola blok tersebut.
Namun akhirnya peminat tersebut memilih untuk tidak melanjutkan partisipasi lelang dikarenakan satu dan lain hal.
Koordinator Pokja Pengembangan WK Migas Konvensional Ditjen Migas Ma’ruf Affandi pun membeberkan secara gamblang penyebab blok migas ini masih seret peminat.
Salah satu tantangan terbesar dari WK migas ini meski simpanan cadangannya melampaui Blok Masela adalah karena kandungan karbon dioksida yang sangat besar.
Lebih lanjut Ma’ruf Affandi mengungkap bahwa kandungan CO2 pada blok migas itu mencapai 72 persen.
Sehingga pengelolaan nantinya akan sangat membutuhkan investasi yang sangat besar.
Ternyata selain permasalahan kandungan karbon dioksida yang tinggi, wilayah kerja yang berada di perbatasan agaknya membuat para peminat menahan diri.
Pasalnya wilayah yang berada di perbatasan luar Indonesia tersebut rawan permasalahan yang sifatnya politis.
Sedikit informasi mengenai Blok Natuna D-Alpha di Kepulauan Riau ini luas lapangannya mencapai 10.291,03 kilometer persegi.
Adapun potensi sumber daya gasnya diproyeksikan bakal 2,5 kali lebih mengganda dari Blok Masela.
Potensi sumber daya blok migas ini diketahui mencapai 46 triliun kaki kubik (Tcf), sehingga wilayah kerja tersebut terbilang paling besar di kawasan Blok East Natuna.
Jadi Blok East Natuna ini terbagi menjadi tiga wilayah kerja dengan D-Alpha yang menjadi lapangan gas terbesarnya.
Historinya, lapangan migas ini ditemukan pada tahun 1973, tetapi sampai sekarang blok tersebut masih belum menemukan jodoh pengelola wilayah kerjanya.
Sedikit informasi, blok ini awalnya dikelola oleh Exxon hingga tahun 1980. Oleh karena dirasa tidak ada perkembangan signifikan, pada tahun 2007 akhirnya kontrak pun dihentikan.
Setahun kemudian PT Pertamina mengambil alih pengelolaan bersama dengan Petronas, Exxon, dan Total.
Namun kemudian Petronas akhirnya digantkan oleh PTT Exploration and Production pada tahun 2012.
Hingga akhirnya konsorsium pengelola pun bubar lima tahun kemudian dengan menyisakan PT Pertamina.***