

inNalar.com – Potensi tembaga dengan skala besar ditemukan di Bayuwangi, lebih tepatnya di Tambang Tujuh Bukit, Banyuwangi, Jawa Timur.
Tembaga yang ditemukan di Tambang Tujuh Bukit milik PT Bumi Suksesindo (BSI) yang merupakan anak perusahaan dari PT Merdeka Copper Gold Tbk ini membuat PT BSI melebarkan sayapnya ke ranah pengolahan tembaga.
Sebelumnya, PT BSI bergerak di bidang produksi emas. Kegiatan pertambangan dan produksi emas yang dilakukan oleh PT BSI ini sejatinya akan selesai pada tahun 2026 mendatang.
Oleh karena itu, penemuan pertambangan mineral baru di lokasi yang sama ini merupakan hal baik dan akan terus dieksplorasi agar proses produksi dapat dilakukan.
Pertambangan bawah tanah milik PT BSI ini sudah mulai dieksplorasi sejak tahun 2018 silam.
Pada tahun 2024 mendatang, proyek pertambangan bawah tanah ini akan memulai proses konstruksi dan ditargetkan akan memulai produksi pada tahun 2027 mendatang.
Potensi mineral pada pertambangan bawah tanah milik PT BSI ini berjumlah 1,78 miliar ton dan memiliki potensi untuk menjadi proyek skala global.
Dilansir dari ANTARA, dari total tersebut adalah 1,71 miliar ton bijih dengan kadar 0,47% tembaga dan 0,50 g/t emas yang mengandung sekitar 8,1 juta ton tembaga dan 27,4 juta ounces emas.
Selain itu, pertambangan bawah tanah ini juga terindikasi memiliki 442 juta ton sumber daya dengan 0,60% tembaga dan 0,66 g/t emas.
Hingga saat ini, pertambangan ini sudah memiliki panjang sekitar 1,8 kilometer dan menyerap investasi sebesar US$167 juta atau setara Rp2,58 triliun. (kurs US$1 = Rp15.500)
Tambang bawah tanah milik PT BSI di Tujuh Bukit, Banyuwangi, Jawa Timur ini menambah daftar pertambangan bawah tanah di Indonesia yang jumlahnya masih sangat sedikit.
Seperti yang diketahui, untuk saat ini, jumlah tambang bawah tanah di Indonesia ini masing sangat sedikit.
Meskipun jumlahnya sedikit, Kementerian ESDM memprediksi jika pertambangan bawah tanah akan menjadi tren baru di masa depan.
Hal ini karena meski biayanya lebih besar, pertambangan bawah tanah memberi keuntungan yang lebih banyak dibandingkan dengan pertambangan terbuka.
Salah satunya adalah risiko pengurangan dampak lingkungan akses yang mudah untuk menjangkau mineral yang ada di dalam tanah.
Selain itu, jumlah sumber daya mineral yang dekat dengan permukaan tanah semakin lama semakin sedikit yang artinya pengerukan harus dilakukan untuk menjangkau mineral yang ada jauh di bawah tanah.
Apabila pertambangan masih dilakukan secara terbuka, maka, kesulitan yang akan dihadapi juga akan bertambah.***