

InNalar.com – Presiden Soeharto atau lebih kita kenal dengan sebutan Pak Harto merupakan presiden kedua yang menjabat di Republik Indonesia.
Menjabat selama lebih dari 3 dekade, Presiden Soeharto dikenal sukses menjadi pemimpin yang tegas dan berwibawa.
Menjabat dalam jangka yang panjang, bukan berarti semua selalu berjalan mulus tanpa hambatan di sepanjang sepak terjangnya.
Faktanya, Presiden ke-2 Republik Indonesia ini memiliki beberapa kontroversi yang tak banyak diketahui generasi kini.
Dalam rekaman sejarah, kontroversi besar sempat terjadi di awal mula penyusunan hingga ditandatanganinya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Dilansir InNalar.com dari Buku Biografi Daripada Soeharto, sebagian pihak menduga-duga bahwa Soeharto secara perlahan mencoba mengalihkan tahta kekuasaan kepemimpinan ke dalam genggamannya.
Meski seringkali Soeharto menampiknya namun jelas ini sebagai langkah penggulingan jabatan presiden pertama RI yakni Ir Soekarno digantikan oleh Soeharto sendiri.
Dugaan ini diperkuat dengan tindakan Soeharto yang membubarkan PKI, padahal membubarkan partai politik bukan wewenangnya melainkan kuasa presiden sepenuhnya.
Dengan gencar Soeharto berpidato di berbagai kesempatan baik di televisi maupun di radio meyakinkan masyarakat luas.
Baca Juga: Habiskan Hampir Rp500 Miliar, Bendungan Raksasa Ini Satukan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur
Pertarungan terselubung antar dua kubu yakni Kubu Soeharto dan Kubu Soekarno kian memanas hingga pada akhirnya Soeharto mampu membuat Soekarno terdesak.
Gelombang demonstrasi terjadi, mereka meminta Soekarno turun dari tahta kekuasaannya sebagai presiden Republik Indonesia.
Soeharto semakin menggebu-gebu menunjukkan dominasinya terhadap Soekarno dalam dualisme kepemimpinan pemerintahan.
Soeharto juga terus melakukan pengekangan dalam berbagai kegiatan politik Soekarno. Merasa lelah, Soekarno sempat memberikan sebuah penawaran.
Penawaran itu berkaitan dengan pembagian tugas yang mana Soekarno memegang tugas kenegaraan sedangkan Soeharto melaksanakan pemerintahan dalam sehari-harinya.
Penawaran tersebut ditolak Suharto dengan alasan tak mampu menduduki kursi jabatan yang terlalu tingg, begitu ungkapnya.
Sedangkan pada lain sisi dia tak menampik pendapat rekan-rekannya yang menganggapnya paling pantas menduduki jabatan tersebut.
Hingga pada akhirnya dengan berbagai tekanan dan keputusasaan, Presiden Soekarno setuju untuk melimpahkan tampuk kekuasaannya pada Soeharto untuk menjadi Presiden RI menggantikan dirinya.
Hal tersebut diumumkan kepada masyarakat Indonesia tepatnya pada 20 Februari 1967 dan pada Maret 1967 sidang MPRS dilaksanakan untuk menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Kontroversi kembali terjadi, Soeharto melarang Soekarno yang saat itu bahkan masih resmi menyandang gelar Presiden RI untuk sekedar merayakan ulang tahunnya yang ke–66 tahun.
Soekarno juga dikarantina politik di Istana Negara Bogor hingga pada 29 Juni 1967 jabatan kepresidenan resmi ditanggalkan dari Soekarno.
Soeharto diresmikan menjadi presiden RI pada sidang MPRS V pada tanggal 27 Maret tahun 1968.
Menghadapi berbagai kenyataan pahit tersebut, Soekarno yang tak berdaya mengalami penurunan kondisi fisik hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 20 Juni 1970. ***