Sedot Pasir Laut Diklaim Untungkan Negara, Susi Pudjiastuti: Daripada Ekspor, Lebih Baik Buat Selamatkan Pantura Jawa

inNalar.com – Kebijakan penambangan pasir yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo menimbulkan banyak kontra.

Pasalnya kebijakan pemerintah itu hanya menguntungkan pihak negara saja. Tetapi sangat merugikan lingkungan dan akan berdampak pada masyarakat pesisir.

Sejalan dengan hal itu, Susi Pudjiastuti menyatakan kekhawatirannya melalui tweetnya yang dilansir pada Senin, 25 November 2024.

Baca Juga: Pengambilan Sumpah 253 PNS di Papua Tengah Jadi Momen Bersejarah

Ia menyatakan,”Pasir, sedimen apapun disebutnya sangat penting untuk keberadaan kita. Bila kita mau ambil pasir/sedimen pakailah untuk meninggikan wilayah Pantura Jawa, dan lain-lain yang sudah parah kena abrasi dan sebagian sudah tenggelan,” ujarnya.

Susi Pudjiastuti juga mengegaskan kepada pemerintah untuk mengembalikan tanah daratan sawah rakyat di Pantura bukan untuk diekspor.

Kini abrasi dan ombak besar mendorong pemukiman semakin menjorok ke daratan sebab abrasi dan ombak besar menghantui wilayah tersebut.

Baca Juga: SELAMAT YA! Guru Honorer Dipastikan Terima Tunjangan Rp2 Juta, Mendikdasmen Jelaskan Detailnya

Prasarana pantai yang rusak itu memperlihatkan adanya perubahan morfologi alam yang tidak diantisipasi dengan matang.

Dampak perubahan iklim diperlihatkan dengan kenaikan muka air laut, abrasi, tanah timbul, dan banjir rob telah menghancurkan fasilitas wisata yang telah dibangun.

Sebelumnya pemerintah Indonesia telah menghentikan ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan Menperindag No. 117/MPP/Kep/2/2003 di masa kepemimpinan Megawati.

Baca Juga: Begini Bentuk Soal tes SKB CPNS 2024 Berdasarkan Peraturan, Simak Penjelasannya!

Lebih lanjut, Indonesia hanya mengalami kerugian akibat minimnya nilai ekspor dan tingginya kerusakan ekosistem pesisir yang timbul.

Kekhawatiran yang disampaikan oleh Susi Pudjiastuti juga dilayangkan oleh Komisi IV DPR RI yang mengkritisi keputusan pemerintah dalam membuka kembali ekspor pasir laut.

Hal itu dikarenakan kebijakan dikhawatirkan akan merusak lingkungan, merugikan nelayan, dan mengancam kedaulatan negara.

Baca Juga: Hubungkan Kota Kediri, Proyek Jalan Tol Tahap I Senilai Rp 9,92 Triliun Rampung di Tahun 2025

Menganggapi hal itu, anggota Komisi IV DPR RI/F-PKS/JABAR IV, Slamet, menyebut dibuka kembalinya kran ekspor pasil laut oleh Presiden Joko Widodo dapat merugikan negara dan masyarakat kecil.

Kebijakan itu disebut tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan. Melainkan juga berpotensi mengancam kedaulatan negara dan tenggelamnya pulau-pulau terluar.

Meski menurut aturan yang tertulis dalam peraturan pemerintah atau PP Nomor 26 Tahun 2023 mengenai pengelolaan hasil sedimentasi di laut ini akan menghasilkan pendapatan bagi negara.

Baca Juga: Demi Berantas 2.700 Tambang Ilegal, Ditjen Gakkum ESDM akan Dipimpin oleh Gabungan Aparat

Slamet meminta pemerintah mengutamakan kepentingan masyarakat dan lingkungan perekonomian.

Ia menambahkan bahwa mekanisme pengawasan masih lemah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) masih dapat, tetapi dirinya tidak yakin targetnya bisa tercapai.

Hal itu dikarenakan adanya banyak kebocoran di sana-sini dan yang diuntungkan bukan lagi rakyat secara umum, tetapi hakikatnya adalah para segelintir kelompok orang.*** (Ummi Hasanah)

Rekomendasi