

InNalar.com – Kisah sedih Seoharto semasa kecil dari julukan ‘Den Bagus tahi mambu’ hingga baju untuk sang kakak.
Soeharto lahir di Desa Kemusuk, dusun terpenci di daerah Argomulyo, Godeyan pada 8 Juni 1921, merupakan anak dari Sukirah dan Kertosudiro.
Nasib malang diterima Soeharto, tidak lama setelah ia lahir, kedua orangtuanya memutuskan untuk bercerai.
Hingga diumur yang belum genap 40 hari, Soeharto dibawa ke rumah adik kakeknya, yang merupakan dukun bayi.
Kromodiryo, adik kakeknya yang merupakan dukun bayi itu jugalah yang membantu kelahiran Soeharto.
Beberapa hari setelah Soeharto lahir, ibunya, Sukirah jatuh sakit sehingga tidak dapat menyusuinya.
Baca Juga: Dua ‘Sosok’ Penting Bagi Soeharto, Kawan Menjadi Lawan Bukti Kedigdayaan Sang Maestro, Siapa Itu?
Melansir dari buku Biografi daripada Soeharto, ditulis mungkin ada alasan lain yang mengharuskan ia tinggal ke rumah Kromodiryo.
Soeharto memanggil Kromodiryo dengan sebutan Mbah Kromo. Di tempat mbah Kromo lah ia menemukan kehangatan dan kasih sayang.
Ia juga mengenang masa-masa dimana ia diajak pergi ke sawah, bermain di atas lumpur dan mencari belut yang merupakan makanan kesukaannya.
Saat berumur empat tahun, Soeharto diambil kembali oleh ibunya dan diajak tinggal bersama ayah tirinya.
Pada masa ini ia bercerita, ia sangat senang ketika ayahnya datang membawa seekor kambing.
Di masa-masa itu juga Soeharto mulai merasakan pahitnya hidup. Ia berceri, kondisi ekonomi keluarganya saat itu tidak begitu baik.
Sehingga Soeharto hanya mengenakan celana hitam selutut tanpa baju, pada saat itu juga ia sangat menginginkan baju.
Soeharto begitu senang ketika kakek buyutnya dari Sukirah, menyuruhnya memakai sorjan (kemeja jawa) buatan sendiri.
Sayangnya, sorjan tersebut dibuat bukan untuk Soeharto, melainkan untuk sang kakak, Darsono.
Ia merasa sedih dan hina pada saat itu, hingga rasa tersebut membekas di hati Soeharto.
Soeharto juga mengingat saat masa sekolahnya ia diejek dengan sebutan ‘Den Bagus Tahi Mambu’ oleh seorang temannya. ***