

InNalar.com – Ponorogo, Jawa Timur tidak hanya memiliki keunikan di keseniannya saja, tetapi juga kuliner-kulinernya. Salah satu kuliner legendaris dari Ponorogo ini adalah Kopi Ethek Pak Damin.
Kopi ethek sendiri merupakan tradisi atau kebiasaan lama yang tetap lestari di Kampung Pijeran, Siman, Ponorogo.
Kopi Ethek dalam bahasa setempat merujuk dari cara pedagang kopi yang menjual dagangannya dengan cara berkeliling.
Baca Juga: Cantik Eksotis! Standar Kecantikan Wanita di Desa Mentawai, Sumatera Barat Ini Sungguh Tak Biasa
Saat ini, penjual kopi yang masih melestarikan tradisi ini salah satunya adalah Pak Damin.
Uniknya, Kopi Ethek Pak Damin ini bukan berkeliling di sepanjang jalan, melainkan di tengah sawah.
Kuliner unik yang terletak di Kampung Pijeran, Kecamatan Siman ini sudah ada sejak lebih dari 50 tahun yang lalu.
Baca Juga: Transaksi Nasabah BRI Makin Aman dan Nyaman Berkat Fitur Unggulan BRImo QRIS Transfer
Keunikan lain dari Kopi Ethek bukan karena rasanya yang bermacam-macam, melainkan sistem pembayarannya yang sangat unik.
Sistem pembayarannya lain dari yang lain karena para pembeli tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli secangkir kopi.
Pak Damin menjual kopi kepada para petani yang nantinya akan dibeli dengan hasil tani yaitu padi atau gabah.
Baca Juga: Bukan Cuma Pengaruh Fisik! Suhu Udara Ternyata Bisa Menjelaskan Kepribadian Seseorang
Barter adalah istilah yang tepat untuk transaksi jual beli ini. Barter merupakan sistem transaksi dengan tukar menukar barang. Barter ini telah ada sejak dahulu kala, bahkan sebelum adanya mata uang.
Namun ternyata sistem barter ini belum benar-benar hilang. Salah satunya ada di Ponorogo, Jawa Timur.
Berbeda dengan barter pada umumnya yang menukar padi dengan singkong, atau padi dengan sayur mayur, kopi ethek Pak Damin menukar padi dengan kopi.
Karena menggunakan sistem barter, jumlah gabah yang ditukar tidak memiliki jumlah tertentu.
Namun, menurut hasil wawancara di YouTube Kang Pardi, Pak Damin bisa mendapatkan 1 karung padi/gabah yang ditukar dengan minuman/jajanan selama 1-2 hari kepada para petani yang sedang panen.
Dilansir dari YouTube Kang Pardi, Pak Damin sebagai pelopor “Kopi Nyeni”. Keunikan “kopi nyeni” ini tidak sampai di situ. Keunikan lain terletak pada cara penjual menjajakan kopi dan makanannya.
Tidak seperti kedai kopi hits saat ini, yang menyediakan tempat homey dan strategis di tengah kota.
Pak Damin menjajakan dagangannya hanya dengan pikulan, bukan dengan gerobak atau bahkan kedai mewah.
Bahkan, pikulan yang Pak Damin gunakan konon sudah Ia pakai sejak zaman dulu.
“Dari zaman kuno saya mas. Sudah banyak tahun, ini saja saya pakai gerobak kuno,” tutur Pak Damin dalam bahasa Jawa saat diwawancarai oleh host YouTube Kang Pardi.
Dengan pikulan yang Ia gunakan itu, Pak Damin menjajakan kopinya dengan berkeliling dari sawah satu ke sawah yang lain sejak pukul 07.00 pagi hingga paling lama setelah dzuhur.
Terlihat dalam video YouTube Kang Pardi, pak Damin yang usianya sudah lebih dari 70 tahun dari Jawa Timur ini masih terlihat sehat dan bugar.
Ia melayani pelanggan-pelanggannya dengan cara yang sangat sederhana.
Bermodalkan air panas yang telah direbus dengan kayu bakar dicampur dengan kopi dan gula. Kemudian, minuman siap diserahkan kepada pelanggannya.
Sambil menyeruput kopi, para petani saling bercengkrama satu sama lain.*** (Aliya Farras Prastina)