

inNalar.com – Sandiaga Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf RI) diundang untuk berbicara pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa atau dalam Bahasa Inggris United Nations General Assembly (UNGA), dirinya pun sempat mempromosikan sedotan purun.
Pengusaha dan politisi berdarah Gorontalo itu memaparkan berbagai upaya pemerintah dalam membangkitkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja melalui sektor pariwisata serta ekonomi kreatif.
Menparekraf RI itu tak ketinggalan mengatakan pada kesempatan Majelis Umum PBB bahwa dalam mengembangkan program harus melihat lebih jauh melampau isu lingkungan atau kesejahteraannya, harus juga memperhatikan martabat budaya lokal dan masyarakat sekitarnya serta ditambah dengan pengetahuan tradisional. Selain itu wajib menciptakan keseimbangan pariwisata massal dengan kualitasnya.
Purun sebenarnya adalah jenis rumput liar dimana biasa tumbuh di sekitar danau atau rawa, nama latin tumbuhan ini yaitu lepironia articulata. Jauh sebelum munculnya inovasi untuk dibuat sedotan, sesungguhnya sudah dijadikan tikar, topi, dan bakul, tetapi kalah bersaing dengan plastik yang membanjiri dunia industri.
Kini dunia mulai berbalik, banyak orang menyadari kesalahannya menggunakan bahan-bahan plastik yang tidak ramah lingkungan dan dampak jangka panjangnya adalah termasuk salah satu faktor perubahan iklim. Maka sekarang muncul salah satu produk sedotan purun, di mana sejalan dengan keinginan luhur agar dunia semakin baik.
Pelaku usaha yang memproduksi produk unik itu adalah Gaby Faradisa dari Bangka Belitung dengan brand Eco Straw sejak 2019 tapi risetnya sudah setahu sebelumnya. Dirinya sebenarnya mendapat inspirasi dari Vietnam kemudian berpikir bahwa ada potensi besar di daerah sekitar tempat tinggalnya.
Untuk proses pembuatan sedotan purun yaitu pertama dipanen, hasilnya dicuci, lalu dipotong dengan ukuran seperti sedotan pada umumnya, kemudian dibersihkan bagian batang yang halus. Setelah selesai maka direndam dengan air garam, selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari minimal selama 3 hari.
Eco Straw dalam sehari mampu memproduksi 10.000 buah sedotan purun ketika musim panas, namun jumlahnya menurun menjadi 7000 jika cuaca hujan. Produk ini hanya untuk sekali pakai saja, karena karakter batang tumbuhan ini yang menyerap sehingga bisa menjamur kalau digunakan berkali-kali, .
Daerah lainnya yang juga memproduksi barang sama adalah ibu-ibu Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Emak-emak itu disatukan dalam wadah Badan Usaha Milik Desa atau yang biasa disingkat Bumdes, berbeda dengan Eco Straw di wilayah ini sudah berkembang untuk membuat ukuran produk lebih besar.
Sesuai dengan berkembangnya kuliner jenis minuman saat ini yang banyak ditemui yaitu boba atau cendol maupun jeli. Sedotan purun hanya berukuran diameter lingkarannya 0,5mm saja, maka masyarakat melihat tumbuhan sejenis namun lebih besar yaitu perumpung atau nama latinnya Phragmites karka.
Sedotan purun dari Kalimantan ternyata sudah diekspor ke luar negeri juga, penjualan yang dilakukan melalui Bumdes itu mengaku mendapat pesanan dari Pulau Jawa, Norwegia, dan Australia. Cukup menarik bukan?, dari sekedar rumput liar bisa menjadi solusi ekonomi dan perubahan iklim dunia.***