

inNalar.com – Suku Osing adalah salah satu suku yang terkenal di Banyuwangi. Suku ini dianggap oleh mayarakat sebagai keturunan langsung dari kerajaan Hindu-Budha Majapahit yang menganut agama Islam dan mempunyai berbagai tradisi dan adat istiadat.
Dalam aktivitas sehari-hari, Suku Osing menggunakan bahasa oasing dalam berkomunikasi yang menjadi identitas budaya suku asli Banyuwangi ini.
Suku asli Banyuwangi ini mempunyai beberapa seni tradisional, seperti ritual Barong Ider Bumi yang berjuan untuk upaya menolak malapetaka dan tarian Gandrung yang menggambarkan rasa syukur untuk panen yang melimpah.
Baca Juga: Sudah Tahu? Ada Gerbang Jurassic World di Lembah Bumi Minangkabau Sumatera Barat Loh
Tradisi adat lainnya adalah Tumpeng Sewu yang menjadi ritual adat Suku Osing di Desa Kemiren. Ritual Tumpeng Sewu merupakan tradisi yang digelar seminggu sebelum hari raya Idul Adha.
Untuk menjaga kesakralan ritual adat ini, semua akses jalan menuju desa adat kemiren ditutup, sehingga semua masyarakat desa harus berjalan kaki untuk menuju lokasi.
Tumpeng di ritual ini memiliki perbedaan dengan tumpeng pada umumnya. Dalam ritual ini dilengkapi dengan pecel pithik dan sayur lalapan khas Desa Kemiren.
Baca Juga: Bak Kembali ke Zaman Kerajaan, Belanja di Pasar Kuno Pacitan Ini Bikin Pengunjung Berasa Pindah Masa
Pecel pithik ini ialah salah satu makanan khas suku osing yang terdiri dari ayam kampung dengan balutan bumbu khas suku osing.
Ritual ini biasa dilaksanakan pada malam hari usai salat maghrib. Para warga duduk dengan rapi di depan rumah dengan alas tikar dan kaki bersila, serta dengan hiasan api obor sebagai penerangan.
Sebelum mulai merasakan nasi tumpeng khas Desa Kemiren, warga kampung di Banyuwangi ini diberi pertunjukan barong cilik dan barong lancing yang jalan beriring-iringan berjalan di jalan desa dan melakukan ider bumi.
Setelah itu para warga bersama-sama berdoa dengan harapan agar Desa Kemiren selalu dijauhkan dari hal-hal buruk seperti bencana dan gangguan penyakit.
Kemudian warga juga menggelar tradisi Mocoan Lontar Yusup semalaman dan dilanjutkan pada pagi hari para warga melakukan ritual mepe kasur. Ritual-ritual ini dilakukan tidak lain bertujuan untuk selamatan tolak bala.
Melihat potensi wisata di pelosok desa Banyuwangi yang cukup tinggi, pemerintah terus berupaya mengembangkan tradisi ini. Hingga sampai saat ini wisatawan masih sangat tertarik untuk mengunjung dan mengenal suku osing ini.
Baca Juga: Rekomendasi Makanan Khas Kampung Halaman Jokowi, Salah Satu Menunya Andalan Presiden ke-7 RI
Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi adat dan budayanya masing-masing, kita sebagai warga indonesia sudah seharusnya saling menghargai satu sama lain. Mengingat simbol negara berbeda-beda tetapi tetap satu jua.(***Gebriel Hemas)