

inNalar.com – 8 Desember 2024 lalu menjadi akhir rezim Bashar Al Assad. Kini, saatnya penguasa baru Suriah berupaya mengeluarkan negaranya dari krisis ekonomi.
Hal ini menjadi PR besar bagi Abu Muhammad Al Julani selaku pemimpin baru Suriah. Pasalnya, krisis ekonomi berkepanjangan di masa Bashar Al Assad telah menyebabkan infrastruktur negara hancur.
Imbas dari adanya penurunan drastis dalam produk domestik bruto dan krisis kemanusiaan yang mendalam membuat Abu Muhammad Al Julani mengincar pengelolaan ladang cuan baru.
Perlu diketahui dahulu, kondisi ekonomi di negara ini tergolong sangat memprihatinkan karena bila menilik hasil dari data PDB saja, Suriah telah mengalami penyusutan persentase hingga 85% sebab konflik yang terjadi.
Di mana yang mulanya 67,5 miliar dollar US pada 2011, kini turun menjadi hanya USD 9 miliar pada tahun 2024.
Dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan di Suriah ini, angka tersebut setara dengan negara-negara seperti Palestina dalam hal PDB.
Selain itu, hiperinflasi yang melanda negara ini telah mencapai tingkat yang lebih mengkhawatirkan lagi.
Karena dengan adanya inflasi tahunan diperkirakan mencapai 115%, mengakibatkan lebih dari 90% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Sebagian dari para penduduk tersebut adalah para pengungsi dengan kondisi yang sangat menyedihkan.
Baca Juga: Ini Dia 7 Uang Koin Kuno Termahal di Indonesia, Salah Satunya Bernilai Rp 100 Juta per Keping!
Hingga Desember 2024, sekitar 7 juta warga Suriah masih mengungsi di dalam negeri, mencakup lebih dari 30% populasi.
Kini krisis ekonomi tersebut menjadi tanggung jawab dari kelompok Hayat Tahrir al-Sham atau HTS yang dipimpin oleh Abu Muhammad al Julani.
Pasca keberhasilan mereka merebut kota Damaskus dan menggulingkan Bashar al Assad dari kursi kepresidenan, HTS mulai berfokus pada pembangunan kembali infrastruktur dan pencarian ladang cuan baru.
Karena dengan adanya infrastruktur dasar seperti jalan dan layanan publik, secara berkala dapat kembali menumbuhkan stabilitas ekonomi di negara tersebut.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kelompok pimpinan baru Suriah, Abu Muhammad al Julani, ini juga mulai berusaha mengelola ladang cuan baru seperti minyak dan sumber daya alam lainnya.
Dengan tujuan guna bisa memaksimalkan potensi ekonomi meskipun produksi minyak secara keseluruhan telah menurun drastis.
Namun di sisi lain, masih sanksi internasional terhadap kelompok ini yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh PBB menghambat pemulihan kondisi ini.
Karena sanksi tersebut menghalangi kelompok HTS untuk bisa secara langsung berinteraksi dengan pasar global dan mendapatkan bantuan internasional.
Baca Juga: Desa di Minahasa Utara Ini Unik Banget, Ada Jembatan 3D Tersembunyi di Perut Hutan Mangrove
Tak hanya itu kini Suriah juga masih berada di kondisi politik yang tidak pasti.
Sehingga membuat pihak Abu Mohammed al-Julani harus melakukan negosiasi dengan mantan pejabat tinggi Assad mengenai pengaturan transisi kekuasaan.
Karena upaya tersebut dapat menciptakan konsensus politik yang mungkin dapat mendukung stabilitas dan pemulihan ekonomi juga politik.
Yang secara tidak langsung juga memiliki potensi untuk melonggarkan sanksi internasional terhadap HTS.
Sehingga mereka dapat berperan lebih aktif lagi dalam rekonstruksi baik dalam segi ekonomi maupun politik.***