Rangkul China, Kalimantan Barat Miliki Smelter Alumina Senilai Rp14 Triliun, Pertama di Indonesia?


InNalar.com –
Terdapat banyak smelter Indonesia yang terwujud dari upaya melakukan kerja sama dengan China.

Salah satu yang menarik diulas adalah pabrik pemurnian bauksit yang menghasilkan alumina atau alumunium di Kalimantan Barat.

Tepatnya, pabrik pemurnian tersebut berada di Dusun Sungai Tengar, Desa Mekar Utama, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang.

Baca Juga: Sempat Rugi Rp6,75 T, Megaproyek Smelter Alumina di Mempawah Kalimantan Barat Ini Akhirnya Happy Ending di 2024, Bisa Upgrade Kapasitas 3 Juta Ton!

Meski bekerja sama dengan China, pabrik pemurnian ini sebenarnya juga merupakan tempat pengolahan bauksit pertama di Indonesia.

Pasalnya, selama ini Indonesia selalu mengekspor barang mentah dari hasil mineral yang telah ditambang di kekayaan bumi Nusantara.

Karena adanya pabrik pengolahan bauksit ini, maka Indonesia mampu mengolah hasil mineral mentah tersebut, sebelum akan dilakukan ekspor.

Baca Juga: Dibantu Amerika dan Korea, Jalan Tol Rp6,6 Miliar Penghubung 2 Provinsi Ini Diklaim Jadi yang Pertama di Indonesia, Usianya…

Dilansir InNalar.com dari laman ESDM, pembangunan tempat pengolahan ini pun juga telah dilakukan sejak Juli 2013.

Sedangkan dalam membangun tempat pengolahan mineral di kabupaten Ketapang ini, investasi yang dikeluarkan yaitu sebanyak USD1,15 miliar.

Jumlah tersebut jika di rupiahkan kurang lebih akan sebesar Rp14 triliun.

Baca Juga: Serap Anggaran Rp1 Miliar, Lahan Eks Bandara Seluas 13 Ha di Samarinda Ini Bakal Disulap Pemprov Kalimantan Timur Jadi…

Adapun yang mengelola tempat pengolahan bauksit pertama di Indonesia ini adalah PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WAW AR).

Akan tetapi, perusahaan tersebut merupakan joint venture antara Harita Group dengan Hongqiao Group Ltd yang merupakan perusahaan asal China.

Sementara itu, kepemilikan dari saham smelter alumina ini yaitu dimiliki 30% oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk (Harita Group), dan China Hongqiao Group Ltd. sebesar 56%.

Baca Juga: Inter Milan Berjuang Mati-matian Amankan Jasa Mehdi Taremi dari Tangan AC Milan di Bursa Transfer Musim Dingin Ini

Sedangkan sisanya dimiliki 9% oleh Winning Investment (Hongkong) Company Ltd, Shandong Weiqiao Aluminium and Electricity Co. Ltd sebesar 5%.

Berdasarkan target, smelter alumina ini memiliki kemampuan produksi hingga 2 juta ton per tahun.

Jumlah ini tentu cukup banyak, karena kebutuhan alumina dalam negeri diperkirakan hanya sebanyak 500 ribu ton per tahun.

Baca Juga: Barcelona Ketar-ketir Usai Bayern Munchen Siapkan ‘Sesajen’ dengan Nilai Fantastis Demi Bajak Pedri di Bursa Transfer Januari 2024

Jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, maka hasilan smelter alumina di Ketapang Kalimantan Barat ini akan diekspor ke luar negeri. ***

 

Rekomendasi