

inNalar.com – Kematian Mirna Salihin sudah ditetapkan karena racun sianida yang terdapat dalam kopi yang dikonsumsinya sejak awal penyelidikan.
Namun belum lama ini, terkuak fakta bahwa tidak ditemukannya racun sianida terdapat dalam jenazah Mirna Salihin.
Fakta tersebut dibeberkan oleh dr. Djaja Surya Atmaja sebagai ahli forensik. Dalam hal ini tugasnya adalah melakukan pengawetan pada jenazah Mirna Salihin.
Baca Juga: Ramalan Tahun Lalu Terbukti, Denny Darko Kembali Terawang Kebebasan Jessica Wongso Tahun 2035
Dirinya menyampaikan saat itu tidak dilakukan autopsi karena tidak diizinkan oleh pihak keluarga.
Meski begitu, dr. Djaja mengaku sebagai bagian dari urutan yang harus dilakukan dokter forensik sebelum melakukan pengawetan.
Dirinya mengutarakan dilakukannya pengecekan ke seluruh tubuh, menekankan bagian-bagian tertentu dan secara jelas tidak menemukan adanya kandungan sianida.
Baca Juga: Tepis Kejanggalan Kasus Jessica Wongso, Begini Jawaban Menohok JPU Shandy Handika
Namun setelah tiga hari kematian, dikonfirmasi bahwa adanya persetujuan dari keluarga untuk melakukan utopsi.
Tapi ternyata dalam pelaksanaannya, keluarga kembali tidak setuju akan autopsi dan hanya menyetujui pengambilan beberapa bagian sebagai sampel.
Dokter Djaja mengungkapkan bahwa usai pengambilan sampel, ditemukan sianida sebanyak 0,2 miligram per liter.
Baca Juga: Kematian Mirna Salihin Bukan Karena Sianida? Ahli Forensik Ini Beberkan Pentingnya Autopsi!
Sebagaimana yang diketahuinya, kandungan tersebut tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian.
Selain itu dalam kasus kematian Mirna Salihin ini, kandungan sianida ditemukan dari tidak ada menjadi ada dan dr. Djaja mengungkap hal itu tidak masuk akal.
Berdasarkan yang diketahuinya secara jelas, sianida bisa menjadi penyebab kematian jika racun ini masuk ke dalam tubuh minimal 150 miligram per liter.
Baca Juga: Ahli Racun Kasus Munir Sampai ‘Turun Gunung’ di Kasus Jessica Wongso, Siapa Sosoknya?
“Dan jika terjadi, dokter yang memeriksa pun ikut mabuk.” ungkap dr. Djaja.
Dokter Djaja menjelaskan bahwa ada dua patokan sianida. Yaitu jika ada 1 miligram per liter saja, 84 persen orang Indonesia bisa cium. Kalau 10 miligram per liter pasti mabuk.
Dalam kasus kematian Mirna Salihin, dalam sampel terdapat kandungan sianida sebanyak 7.400 miligram.
“Jika itu terjadi, satu lokasi bisa kolaps semua.” terang dr. Djaja.
Berdasarkan data yang ditemukan dokter penyidik, dr. Djaja mengungkap bahwa ada luka atau tukak lambung yang ditemukan. Dan itu merupakan luka lama dan darahnya hitam.
Dalam dunia forensik, darah hitam merupakan darah yang tercampur asam lambung.
Dokter Djaja juga menjelaskan mengenai penampakan otot panggul yang penampakannya merah terang dan ketika dihapus, merah terangnya hilang. Hal tersebut bisa dikonfirmasi adanya sianida.
“Kalau merah terangnya masih ada, berarti keracunan CO.” ungkap dr. Djaja.
Namun hal itu tidak dapat ditelusuri karena tidak ada autopsi.
Dokter ahli forensik ini juga menyimpulkan tiga poin penting, yaitu:
1. Kalau tidak diautopsi tidak da sebab mati. Kalau tidak ada sebab mati tidak bisa dipersalahkan.
2. Tanda-tandanya tidak khas gejalanya ke arah sianida.
3. Dalam pemeriksaan lab tidak ada metabolisme terdapat racun (sianida) dalam tubuh.***