Punya Backingan Kuat, Ferry Irwandi Gagal Dijebloskan ke Penjara oleh Jenderal TNI

Punya Backingan Kuat, Ferry Irwandi Gagal Dijebloskan ke Penjara oleh Jenderal TNI

Jakarta – Kasus hukum yang menyeret CEO Malaka Project, Ferry Irwandi, menjadi sorotan publik dalam beberapa pekan terakhir. Pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut berupaya mempidanakan Ferry lewat laporan ke Polda Metro Jaya. Namun, langkah hukum itu tak berjalan mulus. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) justru membuat upaya tersebut kandas, sehingga Ferry urung dijebloskan ke penjara.

Konsultasi Hukum TNI di Polda Metro

Upaya hukum TNI diawali dengan langkah serius yang melibatkan jajaran perwira tinggi. Para jenderal berbintang datang langsung ke Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi terkait dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepada Ferry.

“Konsultasi kami ini terkait dengan kami menemukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi,” kata Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring saat konsultasi pada Selasa (9/9/2025).

Pernyataan Juinta menegaskan bahwa TNI tak main-main dalam menangani kasus ini. Dengan melibatkan jajaran perwira setingkat bintang dua, seperti Danpuspom Mayjen TNI Yusri Nuryanto, Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah, hingga Kababinkum TNI Laksda Farid Ma’aruf, terlihat bahwa institusi militer ingin memberikan bobot serius pada kasus tersebut. Konsultasi hukum dengan kepolisian juga menjadi indikasi bahwa TNI berupaya menggunakan jalur formal agar langkah mereka tak bisa dipandang remeh.

Namun, meski ada semangat besar dari TNI, kasus ini menghadapi kendala besar di ranah hukum. Menurut AKBP Fian Yunus, Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, laporan dugaan pidana tersebut hanya sebatas pada dugaan pencemaran nama baik.

Putusan MK Jadi Penyelamat Ferry

Sayangnya, dugaan pencemaran nama baik itu tak bisa diproses lebih jauh. Pihak kepolisian berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXIII/2024. Putusan tersebut menegaskan bahwa delik pencemaran nama baik hanya berlaku untuk individu, bukan untuk institusi negara seperti TNI.

Putusan MK ini jelas menjadi titik balik. Gugatan hukum TNI yang semula diyakini bisa menjerat Ferry, justru tak memiliki landasan hukum yang kuat. Dengan kata lain, secara hukum, TNI sebagai institusi tak bisa mengajukan laporan pencemaran nama baik karena ketentuan undang-undang kini sudah dipersempit maknanya.

“Menyatakan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 … bertentangan dengan UUD 1945,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan pada Selasa (29/4/2025).

Putusan ini bukan hanya menyelamatkan Ferry Irwandi, tetapi juga menjadi preseden hukum penting di Indonesia. MK secara tegas membatasi perluasan pasal pencemaran nama baik yang selama ini sering digunakan oleh lembaga atau kelompok tertentu untuk menekan kritik. Dengan putusan itu, warga negara semakin terlindungi dalam menyampaikan pendapat, selama kritik ditujukan pada institusi, bukan individu.

Latar Belakang Gugatan Daniel Frits

Lahirnya putusan MK tersebut tak lepas dari perjuangan seorang aktivis lingkungan, Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Aktivis ini sempat dihukum tujuh bulan penjara dan denda Rp 5 juta oleh Pengadilan Negeri Jepara karena kritiknya soal pencemaran lingkungan di Karimun Jawa. Namun, vonis itu kemudian dibatalkan di tingkat banding, hingga Mahkamah Agung menguatkan pembebasan Daniel.

Tak ingin kejadian serupa menimpa orang lain, Daniel kemudian mengajukan uji materi terhadap UU ITE. MK akhirnya mengabulkan gugatannya dan mempersempit makna frasa “orang lain” dalam pasal pencemaran nama baik. Putusan inilah yang kini menjadi penyelamat Ferry Irwandi dari ancaman pidana TNI.

TNI Cari Delik Lain

Meski upaya laporan pencemaran nama baik kandas, TNI belum menyerah. Mereka kini mengkaji kemungkinan adanya dugaan tindak pidana lain yang dianggap lebih serius dari Ferry Irwandi.

“Namun, kami menemukan indikasi tindak pidana lain yang sifatnya lebih serius,” kata Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah pada Kamis (11/9/2025).

Pernyataan Freddy menunjukkan bahwa TNI mencoba mencari jalan hukum lain untuk tetap menjerat Ferry. Namun, di sisi lain, Freddy menegaskan bahwa TNI tetap memegang prinsip taat hukum. Artinya, apapun langkah yang diambil, TNI tidak bisa bertindak semaunya di luar kerangka hukum yang berlaku.

“Prinsipnya, TNI sangat menghormati hukum, TNI akan taat hukum, TNI tidak akan membatasi dan sangat menghormati kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi bagi setiap warga negara,” ujarnya.

Pernyataan ini menjadi penting karena menegaskan posisi TNI yang ingin tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan institusi dengan prinsip demokrasi. Meski ada potensi konflik, TNI tetap menyampaikan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak konstitusional yang harus dihormati.

Imbauan Pemerintah: Utamakan Dialog

Langkah TNI mencari celah hukum baru untuk mempidanakan Ferry menuai perhatian pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, meminta agar TNI lebih mengutamakan dialog dibanding langkah pidana.

“Saran saya adalah lebih baik pihak TNI membuka komunikasi dengan Ferry Irwandi dan berdialog dalam suasana keterbukaan dan prasangka baik,” ujar Yusril.

Pernyataan Yusril mencerminkan sikap pemerintah yang mengedepankan penyelesaian persuasif ketimbang kriminalisasi. Menurutnya, langkah hukum, apalagi pidana, sebaiknya dijadikan opsi terakhir. Hal ini sekaligus menjadi peringatan agar institusi negara tetap menjaga citra demokratis dalam menghadapi kritik.

“Menempuh langkah hukum, apalagi di bidang hukum pidana, haruslah kita anggap sebagai jalan terakhir apabila cara-cara lain termasuk dialog sudah menemui jalan buntu,” tambah Yusril.

Imbauan ini menegaskan posisi eksekutif sebagai pengawas keseimbangan antara penegakan hukum dan penghormatan hak warga negara. Kritik dari masyarakat, meski kadang tajam, tak bisa serta-merta dibungkam dengan jalur pidana.

Penutup

Kasus Ferry Irwandi menjadi contoh nyata bagaimana hukum dan politik saling berkelindan. TNI yang awalnya yakin bisa menjerat Ferry lewat delik pencemaran nama baik, akhirnya terbentur putusan MK. Sementara itu, pemerintah lewat Yusril mendorong agar konflik ini diselesaikan dengan dialog, bukan kriminalisasi.

Dengan adanya putusan MK, Ferry Irwandi memang berhasil lolos dari ancaman penjara. Namun, upaya TNI mencari delik lain menunjukkan bahwa kasus ini belum sepenuhnya selesai. Publik kini menunggu, apakah langkah hukum TNI berikutnya akan benar-benar berdasar, atau justru semakin memperkuat posisi Ferry sebagai sosok yang “punya backingan kuat”.

Rekomendasi