Proyek Jalan Raya Belanda 1.000 KM di Banten-Jawa Timur Ini Diduga Munculkan Kuburan Terluas di Pulau Jawa

inNalar.com – Jalan raya yang hingga kini masih menjadi jalur andalan nasional di sepanjang provinsi Banten hingga Jawa Timur ini masih mengundang tanya meski pembangunannya sudah terlaksana 213 tahun silam, tepatnya pada 1811.

Pertanyaan besar mengenai proyek infrastruktur Banten-Jawa Timur besutan pemerintah Hindia Belanda ini bukan lagi perihal kegemparan soal kebenaran adanya sistem kerja paksa.

Namun tahukah bahwa dalam proses pembangunannya para sejarawan dan peneliti juga tertarik dengan adanya kuburan terluas di Pulau Jawa sebagaimana hal tersebut diabadikan oleh Pramoedya Ananta Toer (2012) dalam bukunya ‘Jalan Raya Pos, Jalan Daendels.

Baca Juga: Segera Lepas dari Jawa Barat! 9 Kabupaten Ini Siap Bentuk Wilayah Baru, Ini Daftar Kecamatan yang Diboyong

Bagi masyarakat Indonesia zaman sekarang, jalan tersebut lebih dikenal dengan nama Jalan Pantai Utara (Pantura) atau Jalan Anyer-Panarukan. Adapun bagi sejarawan, jalur nasional ini seringnya disebut dengan Jalan Daendels.

Lantas, mengapa Jalan Raya Anyer-Panarukan yang menyatukan sejumlah daerah di sepanjang Banten hingga Jawa Timur ini sering disematkan pada nama Daendels?

Herman Willem Daendels dahulu sempat menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda selama 3,5 tahun (1808 – 1811). Semangatnya membangun infrastruktur dapat dikatakan mirip dengan Presiden RI ke-7 Joko Widodo.

Baca Juga: TONTON DI SINI! Link Live Streaming Timnas Indonesia vs Filipina Piala AFF 2024, Siaran Langsung Gratis RCTI Hari Ini

Namun sosok Gubernur kelahiran Belanda yang menjabat dalam waktu singkat dan terkesan kurang disukai oleh pejabat lain pada masanya itu disebut banyak mewarisi peninggalan infrastruktur yang dibangun pada eranya cukup banyak dan memberi dampak pada masa depan negeri, salah satunya proyek ini.

Namun di balik proses singkat pembangunan proyek jalan raya Belanda yang bermula dari titik nol Anyer, Banten hingga titik KM 1.000 di Panarukan, Jawa Timur ini ternyata tidak terlepas dari kisah yang sangat menyedihkan bagi rakyat Indonesia.

Pekerja pembangun jalan raya 1000 km di Banten – Jawa Timur adalah warga Indonesia. Meski polemik penyebutan ‘kerja paksa’ disebut tidak sesuai lagi tetapi realitanya disebutkan bahwa proyek ini memicu kemunculan kuburan terluas di Pulau Jawa.

Baca Juga: Tok! UMK Sulawesi Selatan 2025 Naik Jadi Rp3,6 Jutaan, Upah Minimum Pekerja Tambang di Atas Standar

Sempat ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat terkait istilah ‘Kerja Paksa’ Belanda yang ternyata para pekerjanya diberi upah hanya saja uangnya tersangkut di kantong Bupati kala itu.

Sejarawan LIPI Asvi Warman Adam pun membenarkan bahwa benar adanya penyaluran upah 30 ribu ringgit dari Daendels ke mandor hingga Bupati, tetapi realitanya uang tersebut tak sampai ke para pekerja.

Tidak terlepas dari itu pula, para pekerja yang disebut meninggal dunia akibat kelelahan selama pembangunan jalan raya itu sampai memunculkan adanya keterkaitan tentang keberadaan kuburan terluas di Pulau Jawa.

“Tak terhitung lagi banyaknya pekerja yang tewas, baik dikarenakan malaria, juga karena kalaparan, juga karena kelelahan, kata Meneer Guru. ‘Justru di sepanjang Jalan Raya Pos – Jalan Daendels ini – terdapat kuburan kuburan terluas di Pulau Jawa’,” tulis Toer (2012) dalam Jurnal Chronologia (2022) dari artikel ilmiah milik Al Zamani.

Belum ada penelitian yang secara spesifik membuktikan jumlah pasti pekerja yang meninggal dunia hingga memunculkan sebuah kuburan luas.

Baca Juga: Syarat dan Hitung-hitungan Timnas Indonesia Lolos Semifinal Piala AFF 2024, Menang Lawan Filipina Jadi Juara Grup?

Namun cukup banyak penelitian yang mengaitkan antara tren kematian di abad ke-19 yang diduga ada keterkaitan dengan sistem kerja paksa dengan pembangunan di era Hindia Belanda.

Sekali lagi, bersumber dari tulisan Toer (2012), digambarkan bahwa korban tewas akibat kepayahan kerja selama pembangunan infrastruktur besar Belanda di Banten – Jawa Timur ini diperkirakan mencapai 12.000, dikutip melalui penelitian Mujihadi (2017) dalam Paramasastra.

Namun menimbang adanya tren kematian yang tinggi akibat sistem kerja paksa di sepanjang tanah Jawa yang disorot peneliti dari segi pola ‘Sistem Tanam Paksa’ kolonialisme Belanda seperti de Zwart dkk (2022) pada tahun 1830 juga menambah daftar panjang kontroversi pembangunan ekonomi kolonialis di Indonesia.

Baca Juga: Dari Jeruk, Klaster Petani Binaan BRI di Bengkulu Berhasil Bangun Bisnis Pertanian Sekaligus Pariwisata

“Para penulis menemukan bahwa semakin banyak pekerja yang dipanggil untuk bekerja dalam Sistem Tanam Paksa terkait dengan tingkat kematian yang lebih tinggi,” dikutip dari CEPR, situs organisasi nirlaba independen pan-Eropa.

Penyebab kematian tidak secara spesifik terbukti langsung didominasi oleh kelelahan ekstrem imbas proyek jalan raya ini.

Namun, wabah malaria yang menyerang sistem imun para pekerja yang kelelahan sangat potensial menyebabkan tingkat mortalitas penduduk Jawa era tersebut meningkat.

Kendati demikian, jalan raya sepanjang 1.000 kilometer ini masih digunakan oleh masyarakat Indonesia sampai sekarang.

Inilah satu bagian kontroversial proyek besutan Belanda yang ternyata hingga kini masih kita rasakan dampak infrastrukturnya tetapi tidak disangka menyimpan sejarah kelam perjuangan pekerja Indonesia dalam proses pembangunannya.***