

inNalar – Salah satu proyek strategis di Bojonegoro memiliki nilai investasi sebesar Rp 20 Triliun.
Proyek ini merupakan pembangunan Industri Bioetanol yang berada di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro.
Pembangunan proyek Industri Bioetanol sudah masuk tahap pembahasan secara intensif pada tahun 2022.
Salah satu alas an Kabupaten Bojonegoro dipilih sebagai Kawasan Industri Bioetanol adalah tersedianya bahan baku, infrastruktur, dan akses yang mendukung,
Industri yang memanfaatkan jagung sebagai bahan baku Utama ini rencananya akan dibangun di sisi sebelah Industri Pengeboran Minyak dan Gas Bumi Jambaran Tiung Biru.
Alasan lokasi industri bersebelahan adalah gas dari hasil bioethanol akan diolah dengan campuran gas bumi sebagai bahan bakarnya.
Baca Juga: Habiskan Rp 1.200 Triliun, China Bangun Mega Proyek yang Melawan Hukum Alam
Tetapi lokasi topat Industri Bioetanol masih belum ditentukan, karena masih menunggu hasil kajian berdasarkan aturan dalam Perda Kab. Bojonegoro nomor 5 tahun 2021.
PT. PERTAMINA menjadi Offtaker Utama dari Bioetanol yang akan diolah menjadi biofuel.
Sebagai informasi, luas wilayah perkebunan jagung di Kabupaten Bojonegoro kurang lebih sekitar 5.548 Hektar.
Baca Juga: Prabowo Tinjau Lumbung Pangan 1 Juta Hektar di Merauke, Mulai Eksekusi Proyek?
Memiliki produksi jagung yang melimpah, Kabupaten Bojonegoro mampu memproduksi jagung sebanyak 2.3 Ton.
Bioetanol sendiri pada umumnya bisa berasal dari tebu, jagung, dan singkong yang mampu menyerap karbon dioksida.
Keberadaan Bioetanol dapat membantu mengurangi emisi karbon dari beberapa kendaraan, dibandingkan dengan menggunakan bahan bakal fosil tradisional.
Industri Bioetanol ini menjadi salah satu dari inovasi industri terbarukan.
Hanya dengan memanfaatkan tanaman pangan maupun limbah biomassa yang dapat terus menerus diproduksi.
Sedangkan jika menggunakan bahan bakar fosil sewaktu-waktu jumlahnya akan habis dan membutuhkan Waktu sangat lama untuk memproduksinya.
Tetapi tidak semua lahan perkebunan jagung yang ada di Bojonegoro dapat digunakan sebagai bahan Utama bioethanol.
Lahan yang dapat digunakan sebagai wilayah tanam jagung adalah lahan non-produktif yang dimiliki oleh Perum Perhutani di sekitar wilayah Bojonegoro, Tuban, Blora, dan Cepu.
Proyek ini juga akan dikerjakan berdasarkan hasil kerja sama antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai wakil para petani jagung,Perum Perhutani sebagai pemilik lahan, dan pihak investor.
Bioetanol tidak hanya berdiri sendiri, ia akan dicampur melalui skema pencampuran antara A20 (15% methanol, 5% etanol), A6 (4% methanol, 2% etanol), dan E5 (5% Etanol).
Limbah hasil produksi bioethanol disebut dengan Distilled Dried Grain With Soluble (DDGS) bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang berprotein.***(Gebriel Hemas)