
inNalar.com – Program besutan Presiden Prabowo Subianto, yakni inisiatif pendirian sekolah rakyat gratis menuai kontroversi dari sejumlah pakar pendidikan.
Presiden Prabowo Subianto diketahui telah mengusung visi besar, yang diklaim bisa memutus mata rantai kemiskinan melalui pendirian sekolah rakyat gratis, yang dirancang khusus untuk membantu masyarakat yang hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Alih-alih mengusung kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), sekolah gratis yang menjadi wacana baru Prabowo Subianto ini justru digagas oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
Meski sekolah gratis ini bertujuan memberi akses pendidikan yang merata dan bermutu untuk rakyat, namun gelombang kritik terus menghujam rencana ambisius ini hingga programnya pun menuai kontroversi, seolah menelanjangi tabir dibalik klaim mulia ini: apakah benar ini tujuan yang mulia, ataukah hanya sekadar janji tanpa arah?
Menyadur konten Youtube Sahabat Pembelajar, Prabowo Subianto diketahui tengah merancang pendirian institusi pendidikan dengan sistem asrama atau boarding school yang diklaim menjadi satu program strategis untuk memberangus masalah kemiskinan yang mengakar kuat di Indonesia.
Melalui program ‘Sekolah rakyat’, Pemerintah menggantungkan satu harapan besar, agar langkah ini mampu mengikis tuntas jejak kemiskinan dan keterbelakangan yang kerap membayang benak masyarakat yang kurang mampu ketika hendak menjajaki bidang pendidikan.
Abdul Mu’ti, selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, menjelaskan bahwa program Sekolah rakyat ini adalah bentuk komitmen pemerintah untuk menyamaratakan pendidikan di Indonesia. Pasalnya, masih banyak masyarakat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Menurutnya, kondisi ekonomi yang kurang ini justru meruntuhkan harap masyarakat, karena mereka masih terkungkung dalam jerat ketidakmampuan untuk mengakses pendidikan yang layak dan berkualitas.
Kendati demikian, beliau mengungkap bahwa pelaksanaan sekolah rakyat ini membutuhkan sinergi yang solid antar lembaga, tujuannya agar teknis pelaksanaan program ini bisa berjalan mulus dan tidak saling tumpah tindih.
Baca Juga: 15 SMP Swasta Akreditasi Terbaik di Kota Semarang untuk Daftar PPDB Jawa Tengah 2025
Meskipun rencana ambisius ini mengundang antusiasme masyarakat, tapi badai kritik tidak mampu diredam, sebab beberapa kalangan berpendapat bahwa program ini sebaiknya diberhentikan saja karena dianggap tidak cukup efektif.
Namun, seperti biasa, retorika manis masih tetap digaungkan dengan melabeli sekolah gratis ini sebagai program revolusioner untuk mencipta generasi emas.
Tapi pertanyaannya adalah, apakah generasi emas bisa lahir dari langkah serampangan? Lantas, bagaimana tanggapan sejumlah pakar pendidikan mengenai hal ini? Yuk simak di halaman selanjutnya.
Ubaid Matraji, selaku Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, menilai bahwasanya program pembangunan institusi pendidikan gratis ini tidak melalui kajian yang cukup matang karena terkesan terburu-buru.
Beliau mengungkap bahwa program ini gagal untuk memenuhi kebutuhan akan inklusivitas pendidikan, seolah hanya untuk menarik simpati rakyat semata, karena tanpa ada solusi konkret untuk mengentas akar rumput masalah pendidikan yang sebenarnya.
Selain itu, kritik tentang Sekolah rakyat ini juga datang dari Subarsono, Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fisipol UGM.
Alih-alih menyelesaikan masalah, beliau menilai bahwa program ini malah tidak tepat sasaran karena berpotensi mencipta timbulnya masalah besar.
Pasalnya, program besutan Prabowo ini akan dinaungi oleh Kemensos yang ber-notabene kurang berkompeten karena berfokus pada persoalan sosial, bukan malah pendidikan.
Terlebih, kata beliau, lembaga pendidikan ini belum begitu mendesak untuk disegerakan karena Indonesia sudah punya jaringan sekolah negeri.***