
inNalar.com – Begini pesan menohok seorang Pakar UGM terkait realisasi Program MBG (Makan Bergizi Gratis) besutan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Pasalnya gelontoran dana yang dikeluarkan untuk program ini mencapai Rp 71 triliun sehingga dipandang perlu adanya pengawalan cermat agar program ini tidak menjadi ladang korupsi.
Sebagaimana diketahui, program yang diluncurkan pada 6 Januari 2025 ini masih menuai pro dan kontra di masyarakat.
Langkah strategis ini menuai apresiasi, tetapi tidak dapat dinafikan bahwa tak sedikit pula hujan kritik berdatangan.
Melansir laman portalhukum.id, hasil survei menunjukkan bahwa 59% responden justru menolak program MBG, karena alasan kekhawatiran terhadap potensi korupsi dari anggaran super fantastis sebesar itu.
Lebih dari itu, beberapa siswa juga mengeluhkan makanan MBG yang dinilai jauh dari ekspektasi—karena monoton dan minim rasa.
Baca Juga: Program Sekolah Rakyat Gratis Prabowo Tuai Kontroversi, Begini Tanggapan Para Pakar Pendidikan
Hal ini tentu meninggal satu persoalan berjejak, bagaimana bisa program dengan kucuran dana Rp 71 triliun ini bisa dipoles seolah adalah solusi yang solutif, tapi kualitas makanan dan transparansi justru menjadi pertanyaan besar?
Melansir situs resmi ugm.ac.id, diketahui bahwa Pemerintah mencanangkan anggaran Rp 10.000 untuk setiap porsi MBG—yang mana porsi dan sajiannya ini juga disesuaikan dengan kemampuan di tiap daerah.
Toto Sudargo, selaku ahli gizi UGM, menilai program ini sebagai langkah yang mulia, mengingat tidak banyak negara di dunia yang sanggup untuk memprogram inisiatif se-ambisius ini.
Meski begitu, beliau menegaskan bahwa pelaksanaanya juga harus mendapat pengawasan ekstra dan di evaluasi secara terus-menerus, agar tujuan mulia ini benar-benar terealisasi tanpa celah.
Mengapa demikian? Toto menjelaskan bahwa program MBG ini perlu dimaksimalkan dari sisi penyajian.
Maksudnya adalah, agar makanan yang disediakan ini harus sesuai dengan selera anak-anak agar tidak berakhir terbuang dengan sia-sia. Karena itu, pelaksanaan inisiatif besar ini tidak bisa asal-asalan.
Beliau juga memberikan saran kepada Pemerintah, agar pihaknya lebih memprioritaskan kualitas makanan yang diberikan, daripada hanya sekedar mengejar kuantitas jumlah yang harus digesa untuk disediakan.
Sebagai tambahan informasi, berdasarkan laporan akhir yang dipublikasi di laman resmi indef.or.id, program MBG ini terbukti memberi kontribusi positif, karena mencipta pertumbuhan ekonomi sebesar 0,06%–yang mana didorong oleh lonjakan konsumsi tumah tangga hingga 0,41%.
Tidak hanya itu saja, tingkat pendapatan pun juga merangkak naik sebesar 0,39%, sementara penyerapan tenaga kerja juga tercatat meningkat sebesar 0,19%.
Jangan salah, ya! Data ini bukan data sembarangan, lho! Pasalnya, ini didapatkan melalui satu penelitian dengan model CGE Bottom-up yang mengacu pada Tabel Inter Regional Input Output (IRIO), yang kemudian dianalisis lebih lanjut guna mengetahui dampak anggaran sebesar ini terhadap ekonomi di tingkat regional.
Selain menyorot masalah kualitas makanan, Wahyudi Kumorotomo, pakar Manajemen Kebijakan Publik UGM, juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana super fantastis itu, yang notabene-nya harus sampai ke tangan 19,4 juta anak Indonesia.
Baca Juga: 15 SMP Swasta Akreditasi Terbaik di Kota Semarang untuk Daftar PPDB Jawa Tengah 2025
Menurutnya, program ini harus diawasi dengan kontrol ketat karena ada potensi besar yang mengintai seperti diselewengkan, dikorupsi, atau bisa jadi dialihkan untuk kepentingan lain.
Kata beliau, program MBG senilai 71 triliun ini adalah suatu investasi jangka panjang yang krusial bagi generasi muda, sehingga setiap rupiah harus dikelola dengan bijak. ***