Profil Maria Walanda Maramis, Kartini dari Minahasa, Sosok Pahlawan Wanita dari Sulawesi Utara


inNalar.com – Profil Maria Walanda Maramis bagus untuk dipelajari oleh generasi masa kini, terutama pada momen peringatan-peringatan seperti hari Kartini atau pahlawan yang dilakukan setiap tahun.

Hari Kartini yang diperingati pada tanggal 21 April 2022 sebenarnya tidak hanya berfokus pada satu sosok putri Indonesia dari Jawa Tengah saja, tetapi bisa juga dijadikan kesempatan mengenang jasa semua wanita di Nusantara ini.

Maria Walanda Maramis sosok yang hidup di masa pendidikan hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki saja yang dibolehkan lanjut ke jenjang lebih tinggi, dirinya lahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara.

Baca Juga: Sambut Hari Kartini 2022 dengan 10 Twibbon Terbaik Berikut, Coraknya Menarik dan Cocok untuk Semua Kalangan

Hari Kartini 21 April 2022 benar-benar waktu yang tepat bagi bangsa ini untuk memutar kembali memori masa lalu, ketika negara diperjuangkan dengan hebat termasuk oleh perempuan hebat dari Desa Kema Pesisir Timur Minahasa itu.

Dikutip inNalar.com dari artikel Pikiran Rakyat berjudul Kisah Kartini Minahasa, Maria Walanda Maramis yang Dirikan Sekolah PIKAT untuk Kaum Wanita pada Selasa, 19 April 2022 dirinyalah yang mendirikan organisasi tersebut.

Maria mendirikan sebuah organisasi yakni, Perkumpulan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) yang memiliki tujuan menjadikan perempuan khusus Minahasa menjadi perempuan yang terampil dan cerdas.

Latar Belakang Keluarga

Maria Walanda Maramis memiliki seorang kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki. Keluarga mereka hidup sederhana, ayahnya hanya seorang pedagang.

Baca Juga: Lirik Lagu Ibu Kartini Cocok Dinyanyikan saat Hari Kartini 21 April 2022, Gelorakan Semangat Perjuangan

Kehidupan Maria baik-baik saja, hingga sebuah wabah bernama kolera datang merenggut nyawa kedua orang tuanya.

Maria dan kedua saudara kandungnya kemudian dibesarkan oleh pamannya, Mayor Ezau Rotinsulu, seorang Kepala Distrik yang disegani para warga.

Artikel ini sebelumnya telah tayang di Pikiranrakyat-depok.com dengan judul “Maria Walanda Maramis, Kartini dari Minahasa yang Dirikan Sekolah untuk Kaum Wanita”

Pendidikan Maria Walanda

Maria Walanda dan kakak perempuannya yaitu Antje dimasukkan ke Sekolah Melayu atau Sekolah Desa.

Sementara itu, Kakak Maria Walanda yaitu Andries Maramis dimasukkan oleh Pamannya ke sekolah Raja (hoofdenscool) di Tondano.

Siswa di sekolah Raja tersebut mempelajari lebih banyak ilmu pengetahuan daripada siswa Sekolah Desa. Lulusan sekolah itu juga diharapkan akan menduduki jabatan dalam pemerintahan pribumi.

Saat itu, akses pendidikan tinggi untuk perempuan Minahasa sangat tertutup, hanya ada Sekolah Rendah Belanda. Sekolah itu pun hanya dibuka untuk perempuan berkebangsaan Belanda.

Perbedaan kesempatan dalam bidang pendidikan antara Maria Walanda dengan Kakaknya Andires, menimbulkan banyak pertanyaan dalam pikiran Maria.

Baca Juga: Tsamara Amany Mundur dari PSI: Saya Butuh Perjalanan Baru di Luar Partai Politik

Maria Walanda merasa pendidikan yang dilakukannya di Sekolah Desa tidak membuat dirinya berkembang.

Adat Minahasa memaksa kaum perempuan harus menolong mengerjakan urusan rumah tangga seperti belajar memasak, menjahit, mencuci, dan menggosok pakaian.

Saat laki-laki boleh mengenyam pendidikan, sementara perempuan harus belajar di dapur, Maria merasa keadaan seperti ini merupakan ketidakadilan bagi kaum perempuan.

Apa yang terjadi di Minahasa merupakan dorongan awal dalam diri Maria Walanda untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan. Ia mengawalinya dengan mempelajari bahasa Belanda.

Baca Juga: Hari Kartini 21 April 2022 dan 5 Sosok Pahlawan Wanita Inspiratif, Berjuang Demi Hak dan Martabatnya

Kehidupan Maria Walanda Setelah Menikah, Bertemu Guru dari Bangsa Belanda

Maria menikahi pria bernama Jozep Frederik Calusung Walanda, seorang guru yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Pendidikan Guru di daerah Ambon.

Saat itu Maria Walanda ikut tinggal bersama suaminya di sebuah desa kecil yang bernama Maumbi.

Maria adalah istri yang cerdas, ia bisa mengerjakan semua urusan rumah tangga mulai dari mencuci, memasak, melayani tamu, bahkan bahasa Belandanya mulai lancar.

Di desa Maumbi, Maria bertemu keluarga bangsa Belanda yaitu keluarga Ten Hove yang merupakan pendeta penyebar agama Protestan.

Ibu Ten Hove sering bertanya tentang adat istiadat dan kebudayaan Minahasa, sebaliknya, Maria sering belajar tentang sopan santun, hak, dan kewajiban seorang perempuan padanya.

Baca Juga: Cristiano Ronaldo Sangat Terpukul atas Meninggalnya Sang Bayi Laki-Laki: Kau Malaikat Kami

Ibu Ten Hove mengajari Maria tentang ilmu kesehatan, ilmu mendidik anak, cara memelihara rumah, ilmu disiplin dan ketertiban, ilmu keterampilan perempuan, dan ilmu lainnya.

Saat itu, cita-cita Maria adalah mengajarkan ilmu yang ia dapatkan dari Ibu Ten Hove pada perempuan-perempuan di Desanya, anak-anaknya, bahkan kepada seluruh perempuan berdarah pribumi.

Ibu Ten Hove Kembali ke Belanda

Perginya guru Maria membuat ia pindah ke Kota Manado. Buah pernikahannya dengan Jozep adalah tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki namun telah meninggal.

Di Manado, suami Maria, Jozep menjadi guru di sekolah rendah Belanda yakni Holland Indish School.

Anak perempuan Maria juga diberikan kesempatan untuk sekolah di sana, walaupun banyak drama terjadi saat memperjuangkan anak-anaknya bersekolah sana, bahkan Jozep sempat dipecat.

Selanjutnya, kedua anak Maria Walanda melanjutkan pendidikan ke sekolah MULO di Batavia.

Keberhasilan Maria Walanda melalui Sekolah PIKAT

Maria Walanda membuat organisasi Perkumpulan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) pada tanggal 8 Juli 1917 di Manado Minahasa.

Layaknya R.A Kartini, Maria Walanda juga sering mengirimkan karya tulisnya ke koran, salah satu karyanya “cahaya siang”.

Maria menyalurkan kemampuannya dengan mendirikan Sekolah Kerumahtanggaan di Minahasa dengan kerja sama dari anggota pengurus PIKAT.

Namanya Sekolah PIKAT atau Sekolah rumah tangga di disebut dengan Huishoudschool.

Baca Juga: Simak Profil Alvin Jonathan Sang Juara X Factor Indonesia, Pernah Nomor Tiga Idol Cilik 2009

Tujuan dari Sekolah ini adalah untuk dapat mendidik kaum perempuan Minahasa, bukan hanya memiliki pengetahuan tetapi juga terampil, baik menjaga diri sendiri bagaimana cara hidup sehat, untuk lingkungan, termasuk kesiapan mentalnya, baik jasmani maupun rohani sebelum berumah tangga.

Ia pun juga mendorong agar perempuan Indonesia mendapatkan hak yang sama dengan kaum laki-laki di bidang pendidikan bahkan sampai Sekolah ke Jawa.

Pada saat tubuhnya semakin lemah, Ibu Maria Walanda membisiki Ny. Sumolang yang merupakan pengurus PIKAT dan kata-kata terakhirnya adalah “Jagalah dan peliharalah baik-baik, anak bungsuku PIKAT”.

Baca Juga: Bayi Laki-Laki Cristiano Ronaldo Meninggal Dunia, CR7: Kamu Adalah Malaikat kami

Mengenang Maria Walanda

Setiap 1 Desember, banyak orang yang memperingatinya sebagai Hari Ibu Walanda Maramis.

Google juga mengubah tampilan berandanya berisi doodle Ibu Maria Walanda pada 01 Desember 2018.

Saat ini, nama Maria Walanda banyak digunakan untuk berbagai nama tempat untuk mengenangnya, misalnya nama jalan Walanda Maramis yang berada di pusat kota Manado.

Selanjutnya, dibuatkan pula sebuah patung Ibu Maria Walanda yang sedang menggandeng anak perempuan yang letaknya berada di pusat kota Manado.

Selain itu, nama Ibu Maria Walanda digunakan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Minahasa yang namanya menjadi RSUD Maria Walanda Maramis.***

(Tim PRMN 01/Pikiran Rakyat)

Rekomendasi