

inNalar.com – PT Timah Tbk adalah perusahaan pertambangan BUMN yang pusatnya berbasis di Pangkal Pinang.
Emiten berkode TINS ini telah membangun citranya dalam bisnis pertambangan timah dengan area konsesinya yang tersebar di Kepulauan Bangka Belitung hingga Provinsi Riau.
Adapun total kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) timah milik persero ini mencapai 472.912 hektare, termasuk di wilayah darat (onshore) dan laut (offshore).
Namun agaknya performa kinerja produksi komoditas utamanya tengah menghadapi guncangan, sebagaimana tercatat dalam Laporan Keuangan perusahaan Kuartal III Tahun 2023.
Apabila dibandingan dengan periode tahun sebelumnya, harga rata-rata Timah pada akhir tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar 13 persen, yakni US$ 26.756 per ton.
Kendati demikian, rupanya pendapatan yang diraup dari sektor bijih timah anjlok hingga hampir 75 persen.
Apabila tahun 2022, emiten yang berbasis di Pangkalpinang ini berhasil raup pendapatan di pos tersebut mencapai Rp7,86 triliun.
Pada tahun selanjutnya malah anjlok hingga Rp4,5 triliun. Hal ini turut terjadi pada sektor tin chemical yang juga penurunannya terperosok hingga 81 persen.
Tercatat pendapatan sektor tin chemical hanya menembus Rp559 miliar, padahal periode sebelumnya mampu raih cuan hingga Rp1 triliun.
PT Timah Tbk pun mengungkap ancaman penurunan kinerja dengan berkaca pada harga komoditas utamanya pada tahun 2023 dan 2024.
Indikasi permintaan global yang tengah lesu ditambah inflasi yang tinggi disebut menjadi penyebab penurunan harga logam.
Seiring dengan penurunan harga logam, tercatat pula ada penurunan tingkat produksi timah dan tin chemical pada kuartal III tahun 2023.
Produksi bijih timah yang berhasil dicapai TINS juga turun 23 persen menjadi 11.201 ton sn.
Selain itu, produksi logam timah juga ambles 18 persen menjadi 11.540 metrik ton dan yang berhasil terjual mencapai 11.100 metrik ton.
Dengan mengandalkan harga jual berkisar US$ 27.017 selama sembilan bulan terakhir 2023 agaknya memang sulit bagi PT Timah Tbk menanjakkan produksi dan meraih cuan penjualan yang gemilang.
Liabilitas perusahaan pun terpantau naik meski hanya 1 persen, dari yang semula Rp6,02 miliar menjadi Rp6,08 miliar.
Namun TINS tetap fokus untuk menyiapkan amunisi pamungkasnya dengan terus memprogres proyek teknologi peleburan timahnya yang senilai Ro1,2 triliun.
Teknologi tersebut adalah Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace yang diharapkan mampu mengolah bijih timah dengan kandungan rendah.
Jadi biji timah berkadar rendah tersebut diharapkan mampu dimaksimalkan produksinya hingga mencapai 40.000 ton crude tin setiap tahunnya.
Sebagai informasi, PT Timah Tbk memiliki sejumlah tambang yang tersebar di beberapa provinsi.
Sejauh ini tambang yang berlokasi di lintas kabupaten Kepulauan Bangka Belitung luas areanya mencapai 116.983 hektare.
Kemudian area tambang yang berada di wilayah lintas provinsi antara Riau dan Kepulauan Riau luasnya mencapai 19.594 hektare.
Ada pula tambang yang menjadi andalan perusahaannya di Bangka dengan total luasnya mencapai 236.868 hektare.
Selain itu ada pula di wilayah Provinsi Riau dan Belitung, serta Karimun. Jadi total konsesi timah TINS mencapai 472.912 hektare.***