

inNalar.com – Megaproyek Gasifikasi Batu Bara Dimethyl Ether (DME) yang rencananya bakal direalisasikan di Tanjung Enim ini sudah jadi harapan RI selama bertahun-tahun.
Pasalnya proyek yang akan dioperasikan di salah satu wilayah tambang PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Sumatera Selatan ini rupanya punya sejumlah impact besar bagi banyak pihak.
Salah satu yang paling diincar negara adalah potensi hemat devisa negara yang menurut penghitungan Menteri ESDM Arifin Tasrif bisa irit hingga Rp9,1 triliun per tahunnya.
“Akan ada penghematan devisa impor LPG sebesar 9,1 triliun rupiah per tahun,” sebagaimana dikutip inNalar.com dari Kementerian ESDM.
Bermula dari adanya Head of Agreement (HoA) antara PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Optimisme terhadap megaproyek ini makin besar usai Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Air Products turut bergabung dan kucurkan investasi sebesar Rp15 miliar USD.
Jadi, peran masing-masing pihak di sini rencananya adalah PTBA akan berperan sebagai coal supplier atau pemasok batu baranya.
Sementara perusahaan AS ini sebagai processor-nya atau yang menjadi pilar pengembang teknologi dalam proses mengubah batu bara menjadi DME.
Adapun Pertamina sendiri akan menjadi offtaker atau berperan sebagai pembeli produknya.
Namun sayangnya liku perjalana pun tidak terhindarkan, belum lama ini Air Products memutuskan untuk hengkang dari megaproyek ini setelah baru salurkan investasi sebesar 7 miliar USD.
Seolah tidak patah semangat, RI kini mulai mencari investor berpotensi lainnya yang nampak menaruh harapan dari salah satu perusahaan China.
Belum ada keterangan lebih jelas dari pihak Kementerian mengenai siapa perusahaannya, tetapi tentu ini menjadi sinyal baik bagi semua pihak.
Harapan terhadap investor China agaknya cukup realistis, mengingat Negeri Tirai Bambu ini juga salah satu negara yang berhasil menggeliatkan gasifikasi batu bara DME.
Sebagai informasi tambahan, agenda besar proyek ini adalah bagaimana batu bara dengan nilai jual rendah dapat diubah menjadi Dimethyl Ether (DME).
Dengan melimpahnya potensi batu bara yang dimiliki RI, sayangnya selama ini Indonesia disebut masih harus impor gas LPG hingga 7 ton per tahun.
Baca Juga: Awalnya Cuma Rumput, Kalimantan Utara Investasikan Rp100 Miliar Guna Bangun Bandara, Lokasinya…
Tentunya penyebabnya adalah negara belum memiliki gas yang cukup memadai. Meski begitu, rupanya RI masih punya harapan untuk menekan impor tersebut.
Caranya yaitu dengan mengubah batu bara dengan nilai karbon rendah menjadi DME yang perhitungannya sebagai berikut.
Apabila proyek ini berhasil mengubah 6 juta ton batu bara, maka hasil DME yang bakal didapatkan bisa mencapai 1,4 juta ton, yakni setara dengan 1 juta ton LPG.
Artinya dengan hadirnya megaproyek senilai Rp30,55 triliun ini, RI diproyeksikan bakal mampu kurangi ketergantungan impor hingga efisiensi belanjanya bisa mencapai Rp6-7 triliun setiap tahunnya.
Manfaat bagi masyarakat, tentunya pasokan gas tetap aman dan bakal ada serapan kerja sebanyak 18.600 peluang dalam proyek ini.
Adapun bagi PTBA sendiri tentunya dapat meningkatkan nilai tambah batu bara bernilai kalori rendah yang selama ini punya nilai jual yang rendah.***