

inNalar.com – Gus Miftah banyak diprotes oleh warganet sebab pertunjukkan wayang di pesantrennya yang berbeda dari biasanya.
Polemik wayang berawal dari potongan video jawaban Ustadz Khalid Basalamah atas pertanyaan jamaah terkait hal tersebut.
Sebenarnya pertunjukan wayang di pesantren Gus Miftah juga tidak baru kali ini saja, tetapi sudah rutin diadakan.
Pada pagelaran wayang kulit kali ini berbeda, ada sosok karakter baru berpeci yang mirip Ustadz Khalid Basalamah.
Tidak hanya soal karakteristik terbaru, tetapi juga karena kisah pada pertunjukan kali itu yang dianggap menghina Ustadz Khalid Basalamah.
Namun menurut Gus Miftah, protes tersebut tidak aneh sebab dilakukan oleh para pengikut Ustadz Khalid Basalamah.
“Yang protes kan memang para pengikut Basalamah, jadi ya tidak aneh.” Ujar Gus Miftah seperti dikutip inNalar.com dari akun Instagram @gusmiftah pada Rabu, 23 Februari 2022.
Bersamaan dengan unggahannya tersebut, dirinya juga memposting screenshot berita bahwa dalam wayang memperagakan tokoh hal biasa.
Perlu diketahui bahwa sebelumnya, Gus Miftah juga sudah menjelaskan bahwa dalam pagelaran wayang harus bisa membedakan 2 hal.
Pertama yang menanggap wayang itu dilakukan panitia termasuk dirinya, sedangkan ceritanya merupakan otoritas penuh dalang.
Bersama postingan di Instagram miliknya tersebut, pemilik Pesantren Ora Aji itu juga menampilkan berita bahwa ada seorang dalang bernama Ki Entus.
Baca Juga: Kunci Jawaban IPA Kelas 7 SMP atau MTs Uji Kompetensi Bab 2 Semester 2 Halaman 43 44 45 46
Ki Entus ini dahulu biasa membuat karakter tokoh dalam pagelaran wayangnya, jadi biasa saja ada sosok baru mewakili dunia nyata.
Tidak hanya sosok mirip Ustadz Khalid Basalamah saja, tetapi tokoh-tokoh politik seperti Jokowi, Megawati, SBY, dan lainnya sering dibuatkan karakter wayangnya.
Sebelumnya Gus Miftah berusaha menjelaskan bahwa dalam pagelaran wayang itu ada panitia yang menganggap atau memanggil dan membayarnya.
Lalu ada dalang yang berkuasa penuh atas kisah yang akan ditampilkan pada pagelaran wayang tersebut.
Sedangkan di luar dari keduanya bila terjadi sesuatu adalah tanggung jawab masing-masing oknum, seperti adanya sajak yang dibuat Gus Miftah sendiri.
“Sajak yang viral itu tanggung jawab saya silahkan kalau tidak sepaham,” kata Pemilik Pesantren Ora Aji itu.***