

inNalar.com – Pelabuhan merupakan salah satu infrastruktur transportasi yang sangat penting bagi daerah pesisir seperti di Subang, Jawa Barat misalnya.
Kini, pemerintah tengah melakukan pembangunan pelabuhan baru di Subang, Jawa Barat.
Proyek pelabuhan baru di Subang, Jawa Barat dikenal dengan sebutan pelabuhan Patimban.
Secara administratif, pelabuhan Patimban berlokasi di Patimban, Kec. Pusakanagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Pembangunan pelabuhan Patimban dimulai pada tahun 2018 silam dan kini telah beroperasi sebagian.
Lebih tepatnya pada tahun 2019, proyek pelabuhan Patimban di Fase I telah rampung dan mulai beroperasi.
Dilansir inNalar.com dari dephub.go.id, secara keseluruhan pembangunan pelabuhan Patimban ini terdiri dari 3 tahap/fase.
Di tahap pertama, pelabuhan Patimban direncanakan mampu melayani 3,75 juta peti kemas (TEUS).
Di tahap kedua, pelabuhan ini akan berkapasitas lebih besar tentunya yakni 5,5 juta peti kemas.
Kemudian, di tahap ketiga, kapasitas pelayanan pelabuhan Patimban akan meningkat mencapai 7 juta peti kemas.
Untuk pembangunan pelabuhan Patimban dana yang digelontorkan tentunya tidak lah sedikit bahkan mencapai puluhan triliun.
Dana yang dibutuhkan untuk merealisasikan pelabuhan Patimban ini mencapai Rp43,2 triliun.
Sumber pendanaan proyek pelabuhan baru di Subang, Jawa Barat ini dari kerjasama pemerintah dengan badan usaha.
Namun, pembangunan pelabuhan raksasa di Subang ini ternyata berdampak pada warga sekitar.
Hal tersebut berkaitan dengan rencana pembebasan lahan pembangunan pelabuhan Patimban seluas lebih dari 300 hektar dan salah satunya di desa Patimban.
Lahan di desa Patimban tersebut dialihfungsikan untuk pembangunan pelabuhan ini yang tadinya lahan pertanian dan tambak.
Tentunya hal tersebut berdampak pada keberlanjutan mata pencaharian petani tanaman pangan, petani tambak, dan buruh tani di desa Patimban.
Dalam hal ini, pemerintah berupaya untuk mencanangkan program pemulihan mata pencaharian dengan mengingkatkan kompetensi para petani.
Adapun upaya tersebut didukung oleh stakeholder pemerintah daerah dengan melakukan monitoring berkala tiap 3 bulan.***