

inNalar.com – Hilirisasi nikel menjadi salah satu kebijakan pemerintah untuk menaikkan sektor ekonomi di Indonesia.
Hingga kini pemerintah terus menggenjot pertumbuhan ekonomi agar siap menuju Indonesia emas.
Hal ini dilakukan pemerintah dengan memanfaatkan sumber daya alam salah satunya nikel.
Baca Juga: Tingginya 74% Burj Khalifa, Indonesia Bangun Megaproyek Pencakar Langit Pertama
‘’Hilirisasi menjadi kunci’’ – ungkap Presiden dalam laman Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Dalam pidatonya presiden menyampaikan jika kebijakan hilirisasi ini mendapat keuntungan yang besar bagi penerimaan anggaran Negara.
Pada tahun 2015 sebelumnya penerimaan anggaran negara hanya sebesar Rp.45 triliun sedangkan setelah adanya kebijakan ini diterapkan pada tahun 2023 penerimaan anggaran mencapai Rp.520 triliun.
Program hilirisasi ini menjadi pemacu kinerja ekonomi Indonesia bahkan menjadi salah satu Negara terbaik di antara anggota Negara G20.
Hal ini sejalan dengan tujuan mencapai Indonesia emas 2045. Dengan hilirisasi, nilai ekspor nikel akan meningkat berkali-kali lipat.
Selain meningkatkan pendapatan Negara ternyata program hilirisasi ini juga memiliki dampak negatif yaitu rusaknya lingkungan daerah.
Program ini ternyata membawa dampak terutama kepada daerah sekitar.
Hal ini ditemukan pada salah satu daerah terjadinya hilirisasi yaitu Weda Tengah, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Kebijakan hilirisasi ini nampaknya merugikan daerah di Weda Tengah, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Baca Juga: 5 Gedung Pencakar Langit Tertinggi di Bandung, Ada yang Capai 133 Meter dan 35 Lantai
Penduduk Halmahera Tengah resah akan pertambangan dan hilirisasi nikel di daerah mereka yang menjadi ancaman serius.
Program tersebut menggusur dan mencemari ruang hidup warga dan menurunkan ekosistem hidup daerah.
Supriadi menyampaikan beliau menjadi korban dari aktivitas hilirisasi nikel. Tempat tinggalnya hanya berjarak tiga kilometer dari Indonesia PT. Weda Bay Industrial Park (IWIP).
Baca Juga: 10 Kabupaten Kota Tersempit di Jawa Timur, Urutan Pertama Disabet Daerah Berjuluk Kota Onde-Onde
“Sejak Agustus 2023, pencemaran sungai tak terbendung. Aliran sungai di sekitar daerah menjadi keruh dan terjadi deforestasi. Pencemaran ini terjadi hingga ke laut. Mereka takut mengonsumsi ikan karena khawatir terkontaminasi tambang nikel,” ujar Supriadi dikutip dari laman mongabay
Pencemaran sungai ini terjadi sejak Agustus 2023 dan menjadikan sungai sekitar daerah keruh.
Selain itu, terjadi deforestasi kerusakan parah di sekitar desa Weda Tengah, Lelilef Sawai dan Lelilef Woebulen.
Warga daerah juga tidak lagi menggarap kebun mereka. Karena kebun-kebun di sekitar sudah dikuasai oleh industri nikel.
Mata pencarian dan sumber kehidupan mereka hilang. Kebanyakan warga tidak lagi menggarap tanah mereka dan perusahaan menyebabkan aliran sungai dan sumber air rusak.
Pembongkaran hutan yang signifikan untuk pertambangan dan hilirisasi nikel juga menyebabkan kerusakan ekologis yaitu hilangnya aliran sungai.