

inNalar.com – Forest City adalah sebuah megaproyek ambisius yang terletak di kawasan Johor, Malaysia. Pada awalnya disebut sebagai surga impian.
Forest City dirancang untuk menampung 700.000 penduduk dalam lingkungan yang ramah lingkungan dan modern di tahun 2035.
Megaproyek di Malaysia ini dirancang oleh perusaahaan bernama Country Garden, yaitu pengembang asal China dengan modal sekitar $100 miliar US Dollar atau sekitar Rp1,536 triliun rupiah.
Baca Juga: Tertimbun Sejak Abad Ke-5 di Jakarta Utara, Jejak Mega Proyek Tertua di Indonesia Akhirnya Terkuak
Dengan tujuan utama untuk menciptakan kota yang ramah lingkungan di atas pulau buatan yang berdekatan dengan Singapura.
Namun, kenyataannya saat ini menunjukkan bahwa proyek Forest City telah gagal memenuhi harapan dan berakhir seolah menjadi kota mati, menjadikannya salah satu kota hantu paling terkenal di Asia Tenggara.
Pembangunan proyek ini dimulai pada tahun 2016 dengan visi untuk menciptakan kota masa depan yang terintegrasi dengan alam.
Baca Juga: Kerap Dibikin Uji Nyali, Tanjakan Paling Ekstrem di Yogyakarta Akhirnya Dibabat Rata hingga Melandai
Proyek ini awalnya ditujukan untuk para turis terkhususnya yang berasal dari Tiongkok, dengan menawarkan apartemen mewah, taman hijau, dan berbagai fasilitas modern yang menjanjikan kehidupan berkualitas tinggi.
Tak hanya itu proyek yang kini tebengkalai dan menjadi kota hantu ini juga sebenarnya merupakan bagian dari inisiatif Belt and Road milik pemerintah China.
Yang memiliki tujuan untuk memperluas pengaruh ekonomi dan investasi miliki negara dengan predikat jumlah penduduk terbanyak nomor 2 tersebut dalam lingkup luar negeri.
Baca Juga: Proyek JJLS Tetap Dilanjutkan, Begini Nasib Gua yang Ditemukan di Gunungkidul
Pada perencanaan juga konsep dari megaproyek hasil kerja sama China-Malaysia ini sangat teramat menjanjikan, meskipun kini ini malah mnjadi salah satu kota hantu yang berada dikawasan Asia Tenggara.
Yang di mana meskipun sebagian besar dari 28.000 unit perumahan telah terjual, hampir tidak ada pemilik yang menempati properti tersebut.
Banyak pembeli, terutama dari negeri asal pengembang proyek ini, mulai menjual kembali unit mereka setelah menyadari masalah keuangan yang dihadapi oleh Country Garden selaku pihak development utama Forest City ini.
Baca Juga: Skor ESG dalam S&P Global Meningkat, BRI Tembus Posisi 5 Persen Teratas di Sektor Perbankan Global
Tak hanya itu adanya pembatasan investasi luar negeri oleh pemerintah China membuat banyak calon pembeli mundur dari pembelian properti.
Harga jual apartemen yang ditawarkan juga tergolong sangat tinggi dari kemampuan finansial lokal, karena pihak pengembang bertujuan menarik investor asing.
Sehingga akhirnya hanya sekitar 15% dari Forest City yang selesai sedangkan sebagian besar bangunan dibiarkan kosong, suasana kota ini sangat kontras dengan visi awalnya.
Hotel-hotel yang dulunya dijadwalkan untuk beroperasi kini tampak terbengkalai, dengan kolam renang yang tidak terawat dan fasilitas lainnya yang tidak berfungsi.
Disisi lain proyek ini juga memiliki masalah serius terhadap lingkungan juga ekosistem sekitarnya.
Karena reklamasi lahan dari pembangunan proyek yang menjadi kota hantu ini memberikan dampak ekologis serius sehingga banyak menerima kecaman dari para aktivis lingkungan.
Meskipun pihak pengembang proyek ini mengklaim mengedepankan konsep hijau dengan taman vertikal dan sistem pengelolaan limbah yang canggih.***
Banyak pihak terutama para ahli lingkungan di Malaysia meragukan keberlanjutan dari pendekatan yang diusung oleh pihak pengembang dari China tersebut. ***