Pegi Setiawan Terancam Hukuman Mati, Kuasa Hukum Bongkar Kejanggalan Kasus Vina Cirebon dan Borok Polda Jabar


inNalar.com
– Pegi Setiawan, seorang pemuda asal Jawa Barat, ditangkap oleh tim penyidik dari Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) terkait dugaa pembunuhan Eky dan Vina di Cirebon. Kronologi penangkapannya membetot perhatian dari kuasa hukumnya, Sugiyanti.

Kuasa hukum Pegi Setiawan memperdebatkan alasan penetapan kliennya sebagai tersangka kasus Vina Cirebon dalam waktu singkat pasca penangkapan. Pihaknya juga menyoroti sejumlah kejanggalan yang muncul.

Kejanggalan Penangkapan Pegi Setiawan

Sugiyanti menyoroti kurangnya bukti yang mengarah pada keterlibatan Pegi dalam kasus tersebut. Ketika diminta bukti yang konkret, Polda Jabar hanya menyatakan bahwa temuan yang ada sudah cukup untuk sebagai bukti.

Baca Juga: Anak Kalimantan Jadi Angkatan Pertama Sekolah Internasional di Inggris Ini, SPP Termahalnya Tembus Rp375 Juta!

1.Keterangan Saat Interogasi

Ketika diinterogasi dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai tersangka, Pegi menghadapi pertanyaan yang beragam terkait keberadaannya pada tanggal pembunuhan Vina dan Eky, pengetahuannya tentang korban, serta apakah dia terlibat dalam kejadian tersebut.

Ia banyak menjawab dengan tidak tahu, kecuali terhadap seorang terpidana bernama Sudirman yang merupakan teman SD.

Sugiyanti mengatakan kejanggalan muncul ketika Polda Jabar menggelar konferensi pers pada 26 Mei 2024.

Baca Juga: Byeon Woo Seok Tidak Dapat Bergabung Dalam Liburan Hadiah Kesuksesan Drama ‘Lovely Runner’

Penjelasan yang diberikan oleh polisi dalam konferensi pers dinilai tidak sesuai dengan jawaban Pegi dalam BAP. Kliennya menyatakan bahwa dia tidak mengenal Vina dan Eky, serta kebingungannya terhadap pertanyaan apakah dia pernah memukul seseorang.

2. Penetapan Sebagai Tersangka

Pada tanggal yang sama, Polda Jawa Barat resmi menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon.

Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan menyatakan, penetapan tersangka didasarkan pada pemeriksaan identitas Pegi, serta dokumen Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sepeda motor yang digunakan dalam kejadian tersebut.

Baca Juga: Digagas Keturunan Raja Charles II, Sekolah Termewah Inggris Ini Dulu Tempat Bernaung Anak Korban Perang Dunia

Kombes Pol Surawan, menegaskan bahwa identitas Pegi Setiawan cocok dengan pelaku yang teridentifikasi, dan STNK sepeda motor yang terkait dengan kejadian telah diamankan.

Pegi dijerat dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 81 Ayat 1 UU 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana mati, seumur hidup, atau hukuman penjara maksimal 20 tahun.

Kasus penangkapan Pegi Setiawan menjadi sorotan karena perbedaan keterangan antara pihak kepolisian dan yang bersangkutan, serta minimnya bukti yang diperlihatkan. Meskipun demikian, kasus ini masih berlanjut dan akan menjadi fokus perhatian dalam proses hukum yang berikutnya.

Perlawanan Status Tersangka Pegi Setiawan

Pegi Setiawan, atau dikenal Perong, telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan perlawanan terhadap penetapan status tersangkanya dalam kasus pembunuhan Vina dan M. Rizky (Eky) di Cirebon pada tahun 2016 silam. Langkah ini ditandai dengan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Praperadilan yang diajukan oleh Pegi sudah terdaftar di SIPP PN Bandung dengan nomor perkara 10/Pid.Pra/2024/PN Bandung. Kuasa hukum bertindak cepat dengan langsung mendaftarkan gugatan tersebut, yang ditujukan kepada Polda Jawa Barat.

1. Alasan Pengajuan Praperadilan

Alasan di balik pengajuan praperadilan ini adalah kepercayaan bahwa Polda Jabar tidak memiliki dasar yang kuat dalam menetapkan Pegi sebagai tersangka. Hal ini menjadi langkah yang diambil untuk menegakkan hak dan keadilan bagi Pegi Setiawan.

2. Target Polda Jabar dalam Penyelesaian Kasus

Sementara itu, Polda Jabar memiliki target untuk menyelesaikan proses pengumpulan berkas tersangka Pegi Setiawan alias Perong dalam waktu dekat, dengan harapan bisa segera dilimpahkan ke kejaksaan pada pekan mendatang.

Proses ini menjadi sorotan publik, terutama mengingat sensitivitas kasus yang telah menarik perhatian banyak pihak.

Hingga saat ini, tim penyidik telah memeriksa sebanyak 68 saksi dan ahli dalam penanganan kasus Vina di Cirebon.

Jules Abraham, sebagai juru bicara dari pihak kepolisian, memastikan bahwa pengusutan kasus ini akan dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Langkah hukum yang diambil oleh Pegi Setiawan merupakan bagian dari proses hukum yang kompleks. Semua pihak, baik pihak kepolisian maupun pihak yang bersangkutan, memiliki hak untuk diproses secara adil dan transparan dalam sistem peradilan yang berlaku.

Penolakan Kartini terhadap Tes Psikologi Forensik

Lebih lanjut, Polda Jawa Barat baru-baru ini mengungkapkan bahwa Kartini, ibu dari  Pegi, menolak untuk mengikuti tes psikologi forensik yang diminta oleh penyidik.

Kabid Humas Polda Jawa Barat menjelaskan bahwa meskipun tim psikologi telah melakukan tes terhadap ayah tersangka, Kartini menolak untuk berpartisipasi dalam tes tersebut.

Alasan di balik penolakan Kartini tidak dijelaskan secara rinci. Sementara kuasa hukum Pegi Setiawan, berpendapat bahwa tes psikologi forensik terhadap Kartini tidak relevan dengan perkara yang sedang ditangani.

Terkait dengan tes poligraf atau tes kebohongan terhadap Pegi Setiawan, Polda Jawa Barat menyatakan bahwa ini merupakan kewenangan ahli psikologi forensik.

Sebagai informasi, tes psikologi forensik memiliki peran penting dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Hasil dari tes tersebut dapat mengungkap kondisi mental dan emosional seseorang yang dapat membantu dalam memahami motif dan keadaan sekitar suatu kejadian kriminal.

Namun, penolakan Kartini untuk mengikuti tes tersebut menimbulkan pertanyaan serius tentang transparansi dan kepatuhan terhadap proses hukum. Tanpa partisipasi dari semua pihak yang terlibat, kesaksian dari tes psikologi forensik mungkin tidak lengkap, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keadilan dalam penanganan kasus ini.

1. Implikasi Penolakan Kartini

Penolakan Kartini untuk mengikuti tes psikologi forensik dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon menimbulkan pertanyaan tentang integritas proses hukum dan kepatuhan terhadap prosedur yang ditetapkan.

Hal ini menyoroti pentingnya transparansi dan partisipasi penuh dari semua pihak yang terlibat dalam proses peradilan untuk memastikan keadilan yang sebenarnya terwujud.

Rekomendasi