Operandi Pertama Setelah Soeharto Menjabat Presiden, Jenderal Nasution Jadi Batu Loncatan untuk Kekuasaan

inNalar.com – Gerakan 30 September pada tahun 1965 merupakan peristiwa penting bagi Soeharto untuk menuju kursi orang nomor satu di Indonesia.

Setelah kejadian tersebut, Soeharto ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat sekaligus Menteri Pertahanan (saat ini).

Dua jabatan strategis tersebut diampu oleh Soeharto atas usulan Jenderal Senior Nasution. Pemeran utama yang harus tersingkirkan.

Baca Juga: Dua ‘Sosok’ Penting Bagi Soeharto, Kawan Menjadi Lawan Bukti Kedigdayaan Sang Maestro, Siapa Itu?

Nasution merupakan sosok figur yang sangat dihormati di kalangan angkatan darat kala itu. Bahkan Nasution menjadi faktor penting bagi keberlanjutan karir Soeharto.

Sebenarnya, dalam cerita yang terbentuk setelah adanya gerakan 30 september 1965 adalah awal karir Nasution untuk bersinar.

Sempat menjadi opsi pengganti Presiden Soekarno dalam keberlanjutan pimpinan negara Republik Indonesia.

Baca Juga: Perjuangan Soeharto Bersama Pasukan Batalion X: Penyerbuan Ambarawa hingga Misi Selamatkan Yogyakarta

Namun, nama Nasution tidaklah disukai oleh para pendukung Soekarno, terlebih kebencian yang mendalam jenderal senior tersebut terhadap PKI.

Bahkan, rasa rendah hati Jenderal Nasution ini melebihi panglima AD yang telah terbunuh pada gerakan 30 september Jenderal A Yani.

Jenderal Nasution telah mengukir nama baiknya dengan satu catatan buruk yang tak terlupakan, yakni pernah melawan titah Presiden Soekarno di masa jabatannya.

Baca Juga: Inisial M Digadang Jadi Cawapres Ganjar Pranowo, Apakah Mahfud MD? Warganet: Trauma, Takut Diprank

Setelah diangkatnya Soeharto sebagai panglima AD Jenderal Nasution lebih memilih untuk bergerak di belakang layar.

Dengan terus mengoptimalkan dan mengembalikan citra angkatan darat agar lebih disukai oleh masyarakat Indonesia pada saat itu.

Akan tetapi, orang baik akan terlihat baik selama masa hidupnya. Angkatan Darat dan Abri pun bersepakat untuk mengangkat Jenderal Nasution menjadi Ketua MPRS (MPR sekarang).

Ketika menjabat sebagai ketua MPRS Jenderal Nasution mengeluarkan SU MPRS yang sangat berarti bagi karir politik Soeharto menuju kursi Presiden.

Setelah surat tersebut keluar, MPRS menolak pertanggungjawaban Presiden Soekarno. Bahkan insiden tersebut juga menguatkan tragedi Supersemar yang ikonik itu melalui Tap MPRS No. IX/MPRS/1966.

Peralihan kekuasaan Soeharto dari Presiden Soekarno berjalan sangat mulus. Dibantu dengan kekuatan MPRS-nya Jenderal Nasution.

Dua tahun setelahnya Jenderal Nasution menetapkan Soeharto menjadi Presiden menggantikan Soekarno.

Tak lama setelah itu, Jenderal Nasution disingkirkan dikarenakan terdapat kabar burung, bahwa Jenderal Nasution ingin menjadi Presiden setelah pengangkatan Soeharto.

Atas hal inilah dua tangan Soeharto berjalan, Opsus dan Aspri merancang sebuah rekayasa untuk menurunkan Nasution dari ketua MPRS.

Dengan dalih, bahwa MPR tidak lagi diperlukan, jabatan tersebut dapat dirangkap oleh DPR-GR yang pada saat itu dikuasai oleh orang-orang Golkar dan Abri. ***

 

Rekomendasi