

inNalar.com – Pada setiap pengerjaan proyek, Kementerian PUPR selalu menekankan pelestarian lingkungan, termasuk pula dengan polemik yang sempat mewarnai dinamika pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung di Sulawesi Utara.
Masyarakat yang tinggal di Kota Bitung tentu tidak tinggal diam, karena lokasi pembangunan jalan tol di Manado, Sulawesi Utara ini akan melewati sumber Mata Air Aerujang.
Mata air tersebut merupakan sumber kehidupan warga Kelurahan Girian Permai.
Kekhawatiran dari kalangan masyarakat Bitung pun akhirnya disadari oleh Kementerian PUPR.
Sehingga pihaknya membuat siasat khusus saat membangun Jalan Tol Manado-Bitung di Sulawesi Utara ini.
Pada dasarnya sikap tegas warga sekitar situs mata air sangat beralasan, mengingat sumber kehidupan mereka telah ada sejak tahun 1908.
Baca Juga: Tak Hanya Biayanya yang Membengkak, Tol Probolinggo Banyuwangi Juga Sempat Terganjal oleh Masalah…
Setidaknya ada tiga daerah di Kota Bitung selama ini terhidupi oleh sumber mata air tersebut.
Sebagai selingan informasi, mata air yang bernama Negeri Danowudu ini seolah telah menyatu dengan kesejarahan eksistensi daerahnya.
Menimbang hal tersebut, Kementerian PUPR melakukan siasat strategis saat membangun Jalan Tol Manado-Bitung.
Kementerian PUPR memutuskan untuk tidak mancapkan tiang pancang terkhusus di Jalan Tol Manado-Bitung seksi IIB di Sulawesi Utara.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkap bahwa pihaknya akan menggeser tiang pancang proyek agar menghindari area tersebut, dilansir inNalar.com dari Kementerian PUPR.
Adapun panjang ruas jalan tol di Manado, Sulawesi Utara seksi IIB ini melintas sepanjang hampir 12 kilometer.
Sebagai informasi, pengerjaan proyek infrastruktur jalan darat ini panjang keseluruhannya mencapai 39,8 kilometer.
Pembangunannya dibagi menjadi empat seksi dan ruas yang sempat menjadi polemik lantaran adanya Mata Air Aerujang ini membentang dari Danowudu sampai Bitung.
Pihak pengelola jalan raya bebas hambatan ini adalah PT Jasamarga Manado Bitung.
Biaya investasi yang digelontorkan Pemerintah RI guna mewujdukan proyek ini mencapai Rp8,93 triliun.
Sepanjang 14 kilometer, Pemerintah mengupayakan pembangunan jalan tersebut dengan pembiayaan negara dan pinjaman dari Pemerintah RRT atau China.
Sementara untuk 25 kilometer jalan sisanya diusahakan oleh PT Jasamarga sendiri.
Skema pembiayaan proyek ini merupakan gabungan kerjasama antara pihak Pemerintah RI dan Badan Usaha.
Proyek jalan tol di Manado ini sempat menuai polemik tidak hanya pada kasus ini, tetapi lebih jauh lagi berkaitan dengan kekhawatiran Jasa Marga sendiri.
Pihak Jasa Marga menilai kelayakan finansial bagi masa depan investasi proyek ini kurang cerah dibanding infrastruktur lainnya di Indonesia.
Pasalnya arus lalu-lintas jalan tol ini masih terbilang sepi gegara KEK Bitung yang masih belum bergeliat.
Sehingga muncul kekhawatiran bahwa infrastruktur jalan ini tidak belum mampu balik modal hingga masa konsesi berakhir.
Sebagai informasi, masa konsesi jalan tol ini diketahui mencapai 40 tahun.
Diharapkan ada upaya negosiasi ulang terkait perpanjangan masa konsesi dan ada strategi khusus untuk mengakomodir kondisi tersebut.***