

inNalar.com – Lika-liku pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai ini cukup dramatis jika dibandingkan dengan proyek lainnya di Riau.
Saking dramatis dan chaos-nya, proyek jalan tol di Pekanbaru ini hampir masuk daftar proyek mangkrak Provinsi Riau.
Namun kolaborasi stakeholders dalam mengurai permasalahan tersebut patut diacungi jempol.
Meski ada satu masalah yang menghambat pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai di Riau selama bertahun-tahun.
Namun dapat dibuktikan bahwa infrastruktur jalan tol di Provinsi Riau ini tidak berakhir menjadi proyek mangkrak.
Mulai dari permasalahan klasik yang berkutat pada persoalan ganti rugi pembebasan lahan.
Saking ruwetnya dan tidak kunjung mengurai, permasalahan pembebasan lahan sempat bikin panas dingin selama 7 tahun.
Bukan waktu yang singkat, kan? Pemerintah Provinsi Riau sampai ‘turun gunung’ memastikan permasalahan ini melalui jalur pengadilan.
Dengan harapan, pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai di Riau ini tetap terbangun di atas keadilan masyarakat yang terdampak.
Beruntungnya persoalan pembebasan lahan yang mengganjal sejak tahun 2013, akhirnya cerah pada tahun 2020.
“Uang ganti ruginya telah dititipkan ke pengadilan,” dikutip dari Portal Resmi Humas Riau.
Adapun daerah terdampak yang menjadi sorotan pihak pembangun Jalan Tol Pekanbaru-Dumai ini ada dua daerah di Riau.
Kedua daerah tersebut adalah Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai, disebut ada ratusan tanah yang masuk dalam daftar permasalahan.
Kendati demikian pada akhirnya simpul chaos masalah lahan yang sempat nego alot ini pun terselesaikan.
Namun tahukah bahwa jauh sebelum itu, tepatnya pada tahun 2018, saat proses pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai ada satu peristiwa menegangkan.
Pipa gas yang melintasi ruas tol Duri-Kandis sempat meledak dan mengobarkan api.
Penyebab kejadian tersebut rupanya karena adanya pipa bocor di daerah Kelurahan Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau.
Kejadian berlangsung pada pukul setengah 6 sore, pihak Chevron pun langsung menerjunkan tim mereka untuk menangani permasalahan ini.
Tim tersebut langsung menerjunkan truk pemadam kebakaran tidak lama berselang setelah kejadian.
Selain itu, pihak tim Chevron pun tentunya berusaha untuk menghentikan aliran gas tersebut.
Meski kejadian tersebut sempat disorot oleh Komisi VI DPR RI, tetapi Hutama Karya dan Chevron berhasil menyelesaikan permasalahan itu.
Permasalahan lain yang sempat menghambat pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai di Riau ini di antaranya juga terkait alih fungsi hutan.
Selain itu sempat persoalan Pinjaman Modal Negara (PMN) sempat seret sebab tidak kunjung cair ini pun sempat ikut mewarnai dinamikanya.
Bagaimana pun Jalan Tol Pekanbaru-Dumai ini akhirnya menjadi proyek happy ending Riau, sebab ruas ini memiliki traffic paling ramai di antara jalur Trans Sumatra.
Melewati ruas tol ini, warga Indonesia pun bisa berlibur ke Malaka, Malaysia tanpa perlu naik pesawat.
Selain itu, Kabupaten Bengkalis berhasil meraup pajak tol dari proyek ini hingga Rp12,2 miliar per tahun.
Begitu pula dengan Kabupaten Kampar yang juga diperhitungkan mendapatkan potensi pajak tol per tahun sebesar Rp2,3 miliar.
Begitu pula Kabupaten Siak, daerah tersebut juga mengantongi Rp8,9 miliar dari Jalan Tol Pekanbaru-Dumai ini.
Pertumbuhan ekonomi secara umum Provinsi Riau pun juga mengarah pada rate positif setidaknya hingga 2023.
Proyek tol yang penuh lika-liku pembangunan ini pada akhirnya memberikan buah manfaat bagi masyarakat dan juga daerahnya. ***