Nilai Investasinya USD 900 Juta, Proyek Tambang di Kalimantan Barat Ini Hampir Rugikan Negara


inNalar.com
– Proyek pembangunan smelter di Kampung Bukit Batu, Mempawah, Kalimantan Barat, sedang menghadapi tantangan besar.

Proyek yang dikenal sebagai Smelter Bauksit Grade Aluminium Refinery (SGAR) ini sempat mandek selama 16 bulan akibat perselisihan antara kontraktor utama. Akibatnya, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp6,75 triliun.

Dengan nilai investasi yang mencapai USD 900,7 juta atau sekitar Rp13,5 triliun, SGAR adalah bagian dari 13 proyek strategis nasional (PSN) yang dirancang untuk memperkuat ekosistem rantai pasok aluminium dari hulu ke hilir di Indonesia.

Baca Juga: Sempat Digadang Proyek Termahal se-Dunia, Jembatan Rp225 Triliun di Banten ini Berujung Mangkrak

Namun, penundaan pengerjaan berpotensi mengganggu jadwal operasional, yang semula ditargetkan berproduksi pada kuartal ketiga 2024 dan beroperasi penuh pada awal 2025.

Mangkraknya proyek tambang di Kalimantan Barat ini menjadi perhatian serius karena hilirisasi mineral, termasuk bauksit, merupakan salah satu prioritas nasional.

Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan bauksit menjadi alumina dan aluminium sangat signifikan:

Baca Juga: Dibangun di Pulau Buatan, Bandara Rp100 Triliun di Banten Ini Dirancang Arsitek Terkenal Dunia

  • Bauksit mentah: USD 30/ton
  • Alumina: USD 380/ton
  • Aluminium: USD 2.200/ton

Jika produksi tertunda, Indonesia berisiko kehilangan potensi pendapatan besar, mengingat sebagian besar produk alumina dari SGAR direncanakan sebagai bahan baku utama untuk Smelter Aluminium PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) di Kuala Tanjung, Sumatera Utara.

Penundaan proyek ini disebabkan oleh perselisihan kontrak antara konsorsium pemenang tender, yakni PT Perumahan Pembangunan (PP) dan perusahaan asal Tiongkok, China Aluminium International.

Baca Juga: Dulu Ditolak Bank Utang USD 28 Juta, Kini Perusahaan Tambang Kalsel Ini Melejit Jadi Raksasa Batu Bara RI

Ketidaksepakatan tersebut menyebabkan stagnasi proyek dan keterlambatan penyelesaian.

Untuk mengatasi masalah ini, PT Borneo Aluminium Indonesia (PT BAI), sebagai pihak yang bertanggung jawab atas koordinasi proyek, terus melakukan langkah-langkah percepatan agar target produksi dapat tercapai.

Proyek SGAR memiliki peran penting dalam program hilirisasi yang diusung oleh Mining Industry Indonesia (MIND ID), BUMN Holding Industri Pertambangan.

Hilirisasi ini tidak hanya meningkatkan nilai tambah sumber daya alam tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan mentah.

Fase pertama SGAR ditargetkan mampu memproduksi 1 juta ton alumina per tahun, dengan bahan baku berupa 3,3 juta ton bauksit per tahun.

Produknya pun akan dimanfaatkan untuk berbagai industri, termasuk pembuatan aluminium primer seperti ingot, billet, alloy, dan barang kebutuhan harian lainnya.

Meski menghadapi hambatan, proyek SGAR tetap menjadi simbol transformasi industri pertambangan Indonesia.

Pemerintah, melalui MIND ID, terus memantau perkembangan proyek dan mendukung penyelesaiannya.

Jika proyek ini berjalan sesuai rencana, SGAR dapat menjadi salah satu penggerak utama industrialisasi berbasis mineral di Indonesia.

Dengan target produksi yang ambisius dan potensi nilai tambah yang besar, SGAR diharapkan tidak hanya memperkuat sektor pertambangan tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Rekomendasi